aplikasi dan jurnal pilihan google

Friday, August 24, 2007

epistaksis

pendahuluan
Epistaksis yaitu perdarahan dari hidung yang dapat berupa perdarahan anterior dan perdarahan posterior. Perdarahan anterior merupakan perdarahan yang berasal dari septum bagian depan (pleksus kiesselbach atau arteri etmoidalis anterior). Prevalensi yang sesungguhnya dari epistaksis tidak diketahui, karena pada beberapa kasus epistaksis sembuh spontan dan hal ini tidak dilaporkan.
Epistaksis anterior dapat terjadi karena berbagai macam penyebab.Secara umum penyebab epistaksis anterior dapat dibagi atas penyebab lokal dan penyebab sistemik.Penyebab lokal yaitu trauma, benda asing, infeksi, iatrogenik, neoplasma dan zat kimia.Penyebab sistemik antara lain yaitu penyakit kardiovaskular, gangguan endokrin, infeksi sistemik, teleangiektasis hemoragik herediter, kelainan hematologi, obat- obatan dan defisiensi vitamin C dan K.
Untuk menegakkan diagnosis dari epistaksis anterior dapat dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.Sumber perdarahan dapat ditentukan dengan pemasangan tampon yang telah dibasahi dengan larutan pantokain 2% dan beberapat tetes adrenalin 1/10.000.
Penatalaksanaan pada epistaksis anterior seharusnya mengikuti tiga prinsip utama yaitu menghentikan perdarahan, mencegah komplikasi dan mencegah berulangnya epistaksis.


Definisi
Epistaksis anterior adalah perdarahan yang berasal dari septum (pemisah lubang hidung kiri dan kanan) bagian depan, yaitu dari pleksus kiesselbach atau arteri etmoidalis anterior.1

Etiologi
Penyebab Epistaksis :
1. Lokal
- Trauma misalnya trauma maksilofasial waktu mengeluarkan ingus dengan kuat, bersin, mengorek hidung, terjatuh, terpukul, iritasi oleh gas yang merangsang.
- Benda asing dan rinolit, dapat menyebabkan mimisan ringan disertai ingus yang berbau busuk.
- Infeksi, pada hidung dan sinus paranasal seperti rinitis, sinusitis.
- Iatrogenik (pembedahan).
- Neoplasma pada cavum nasi atau nasofaring, baik jinak maupun ganas.
- Zat kimia (logam berat seperti merkuri, kromium dan fosfor, asam sulfur, amonia, gasolin, glutaraldehid).
- Pengaruh lingkungan, misalnya perubahan tekanan atmosfir mendadak (seperti pada penerbang dan penyelam/penyakit caisson) atau lingkungan yang udaranya sangat dingin.
- Tidak diketahui penyebabnya, biasanya terjadi berulang dan ringan pada anak dan remaja

2. Gangguan Sistemik
- Penyakit kardiovaskular
Arteriosklerosis
Hipertensi

- Gangguan endokrin seperti pada kehamilan, menstruasi dan menopause.
- Infeksi sistemik : demam berdarah, influenza, morbili, demam tifoid.
- Telangiektasia hemoragik herediter (Osler weber rendu disease). Merupakan penyakit autosomal dominan yang ditunjukkan dengan adanya perdarahan berulang karena anomali pembuluh darah.
- Kelainan hematologi : hemopilia, leukemia, multiple myeloma, imune trombositopenia purpura (ITP), polisitemia vera.
- Obat-obatan : NSAID, aspirin, warfarin, agen kemoterapeutik.
- Defisiensi Vitamin C dan K.2-7

Patofisiologi
Hidung kaya akan vaskularisasi yang berasal dari arteri karotis interna dan arteri karotis eksterna. Arteri karotis eksterna menyuplai darah ke hidung melalui percabangannya arteri fasialis dan arteri maksilaris. Arteri labialis superior merupakan salah satu cabang terminal dari arteri fasialis. Arteri ini memberikan vaskularisasi ke nasal arterior dan septum anterior sampai ke percabangan septum. Arteri maksilaris interna masuk ke dalam fossa pterigomaksilaris dan memberikan enam percabangan : a.alveolaris posterior superior, a.palatina desenden , a.infraorbitalis, a.sfenopalatina, pterygoid canal dan a. pharyngeal. Arteri palatina desenden turun melalui kanalis palatinus mayor dan menyuplai dinding nasal lateral, kemudian kembali ke dalam hidung melalui percabangan di foramen incisivus untuk menyuplai darah ke septum anterior.1
Arteri karotis interna memberikan vaskularisasi ke hidung. Arteri ini masuk ke dalam tulang orbita melalui fisura orbitalis superior dan memberikan beberapa percabangan. Arteri etmoidalis anterior meninggalkan orbita melalui foramen etmoidalis anterior. Arteri etmoidalis posterior keluar dari rongga orbita, masuk ke foramen etmoidalis posterior, pada lokasi 2-9 mm anterior dari kanalis optikus. Kedua arteri ini menyilang os ethmoid dan memasuki fossa kranial anterior, lalu turun ke cavum nasi melalui lamina cribriformis, masuk ke percabangan lateral dan untuk menyuplai darah ke dinding nasal lateral dan septum.1-8
Pleksus kiesselbach yang dikenal dengan “little area” berada diseptum kartilagenous anterior dan merupakan lokasi yang paling sering terjadi epistaksis anterior. Sebagian besar arteri yang memperdarahi septum beranastomosis di area ini.8,9
Sebagian besar epistaksis (95%) terjadi di “little area”. Bagian septum nasi anterior inferior merupakan area yang berhubungan langsung dengan udara, hal ini menyebabkan mudah terbentuknya krusta, fisura dan retak karena trauma pada pembuluh darah tersebut. Walaupun hanya sebuah aktifitas normal dilakukan seperti menggosok-gosok hidung dengan keras, tetapi hal ini dapat menyebabkan terjadinya trauma ringan pada pembuluh darah sehingga terjadi ruptur dan perdarahan. Hal ini terutama terjadi pada membran mukosa yang sudah terlebih dahulu mengalami inflamasi akibat dari infeksi saluran pernafasan atas, alergi atau sinusitis.10,11

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
- Umur
- Keadaan umum
- Tensi dan nadi
- Trauma
- Tumor
- Deviasi septum/spina septum
- Infeksi
- Kelainan kongenital
- Hipertensi
- Kelainan darah

- Perubahan tekanan atmosfir mendadak
- Gangguan endokrin8,12,13,14

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperhatikan keadaan umum pasien, apakah sangat lemah ataukah ada tanda-tanda syok, sebagai akibat banyaknya darah yang keluar bila mungkin lakukan pemeriksaan rinoskopi anterior dengan pasien dalam posisi duduk.2.13
Untuk melakukan pemeriksaan yang adekuat, pasien harus ditempatkan pada ketinggian yang memudahkan pemeriksaan bekerja, harus cukup untuk menginspeksi sisi dalam hidung. Sisi anterior hidung harus diperiksa dengan spekulum hidung. Spekulum harus disokong dengan jari telunjuk pada ala nasi. Kemudian pemeriksa menggunakan tangan yang satu lagi untuk mengubah posisi kepala pasien untuk melihat semua bagian hidung. Hidung harus dibersihkan dari bekuan darah dan debris secara memuaskan dengan alat penghisap. Lalu dioleskan senyawa vasokonstriktif topikal seperti efedrin atau kokain untuk mengerutkan mukosa hidung. Pemeriksaan harus dilakukan dalam cara teratur dari anterior ke posterior. Vestibulum, mukosa hidung dan septum nasi, dinding lateral hidung dan konka inferior harus diperiksa dengan cermat.2,14
Sumber perdarahan dapat ditentukan dengan memasang tampon yang telah dibasahi dengan larutan pantokain 2% dan beberapa tetes adrenalin 1/1000. setelah beberapa menit tampon diangkat dan bekuan darah dibersihkan dengan alat penghisap.4,5,7

Pemeriksaan Penunjang
Jika perdarahan sedikit dan tidak berulang, tidak perlu dilakukan pemeriksaan penunjang. Jika perdarahan berulang atau hebat lakukan pemeriksaan lainnya untuk memperkuat diagnosis epistaksis.
- Pemeriksaan darah tepi lengkap.
- Fungsi hemostatis
- EKG
- Tes fungsi hati dan ginjal
- Pemeriksaan foto hidung, sinus paranasal, dan nasofaring.
- CT scan dan MRI dapat diindikasikan untuk menentukan adanya rinosinusitis, benda asing dan neoplasma.10,12,15

Diagnosis Banding
Sebagian besar pasien epistaksis mempunyai tempat perdarahan yang terletak anterior dalam cavitas nasalis akibat kejadian traumatik ringan, misalnya perdarahan bisa akibat memasukkan objek (lazim suatu jari tangan). Keadaan kering, terutama musim dingin, akibat sistem pemanasan dan kurangnya kelembaban, maka membrana hidung menjadi kering dan retak yang menyebabkan permukaannya berdarah. Area ini tepat mengelilingi perforasi septum atau deviasi septum bisa menjadi kering karena aliran udara hidung abnormal dan bisa timbul perdarahan.2
Pada kelompok usia pediatri, benda asing dan alergi menjadi sebab lazim epistaksis. Beberapa anak bisa berdarah akibat ruptura pembuluh darah septum yang membesar yang muncul dari lantai hidung.11,12
Perdarahan juga dapat terjadi pada trauma pembuluh darah disekitar basis cranii yang kemudian masuk ke hidung melalui sinus sphenoid atau tuba eustachius.14

Penatalaksanaan
Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis yaitu :
Menghentikan perdarahan
Mencegah komplikasi
Mencegah berulangnya epistaksis 4

Terapi simptomatis Umum
- Tenangkan penderita, jika penderita khawatir perdarahan akan bertambah hebat, sumbat hidung dengan kapas dan cuping hidung dijepit sekitar 10 menit.


- Penderita sebaiknya duduk tegak agar tekanan vaskular berkurang dan mudah membatukkan darah dari tenggorokan, menggunakan apron plastik serta memegang suatu wadah berbentuk ginjal untuk melindungi pemakainya.
- Kompres dingin pada daerah tengkuk leher dan juga pangkal hidung.
- Turunkan tekanan darah pada penderita hipertensi.
- Hentikan pemakaian antikoagulan.
- Pemberian cairan elektrolit pada perdarahan hebat, dan keadaan pasien lemah. 1,2,3,6,7,12

Terapi Lokal
- Buang gumpalan darah dari hidung dan tentukan lokasi perdarahan.
- Pasang tampon anterior yang telah dibasahi dengan adrenalin dan lidokain atau pantokain untuk menghentikan perdarahan dan mengurangi rasa nyeri.
- Setelah perdarahan berhenti, dilakukan penyumbatan sumber perdarahan dengan menyemprotkan larutan perak nitrat 20-30% (atau asam trikloroasetat 10%), atau dengan elektrokauter. Bila terdapat pertemuan pembuluh darah septum anterior dan lokasi perdarahan ditemukan, maka terbaik mengkauterisasi bagian pinggirnya dan tidak benar-benar di pembuluh darah itu sendiri karena kauterisasi langsung pada pembuluh darah tersebut biasanya akan menyebabkan perdarahan kembali. Harus hati-hati agar tidak membuat luka bakar yang luas dan nekrosis jaringan termasuk kartilago dibawahnya sehingga terjadi perforasi septum nasi.
- Cara yang paling baik untuk mengontrol epistaksis anterior (setelah dekongesti dan kokainisasi) dengan suntikan 2 ml lidokain 1% di regio foramen incisivum pada dasar hidung. Pengontrolan perdarahan anterior dengan cara ini dapat menghindari masalah perforasi septum, karena elektrokauterisasi diberikan ke tulang dasar hidung dan bukan pada septum.



- Bila dengan cara tersebut perdarahan masih terus berlangsung, maka diperlukan pemasangan tampon anterior yang telah diberi vaselin atau salep antibiotika agar tidak melekat sehingga tidak terjadi perdarahan ulang saat tampon dilepaskan. Tampon dibuat dari lembaran kasa steril bervaselin, berukuran 72 x ½ inci, dimasukkan melalui lubang hidung depan, dipasang secara berlapis mulai dari dasar sampai puncak rongga hidung dan harus menekan sumber perdarahan. Tampon dipasang selama 1-2 hari, sebagian dokter juga melapisi tampon dengan salep antibiotik untuk mengurangi bakteri dan pembentukan bau.
- Dapat juga digunakan balon intranasal yang dirancang untuk menekan regio septum anterior (pleksus kiesselbach) atau daerah etmoidalis. Cara ini lebih mudah diterima pasien karena lebih nyaman.1,2,7,8,12,14

Medika Mentosa
- Pada pasien yang dipasang tampon anterior, berikan antibiotik profilaksis.
- Vasokontriktor topikal : Oxymetazoline 0,05%.
o Menstimulasi reseptor alfa-adrenergik sehingga terjadi vasokonstriksi.
o Dosis : 2-3 spray pada lubang hidung setiap 12 jam.
o Kontraindikasi : hipersensitivitas
o Hati-hati pada hipertiroid, penyakit jantung iskemik, diabetes melitus, meningkatkan tekanan intraokular.
- Anestesi lokal : lidokain 4%
o Digunakan bersamaan dengan oxymetazoline
o Menginhibisi depolarisasi, memblok transmisi impuls saraf
o Kontraindikasi : hipersensitivitas.
- Salep antibiotik : mopirocin 2% (Bactroban Nasal)
o menghambat pertumbuhan bakteri.
o Dosis : 0,5 g pada setiap lubang hidung selama 5 hari.
o Kontraindikasi : hipersensitivitas.
- Perak Nitrat
o Mengkoagulasi protein seluler dan menghancurkan jaringan granulasi.
o Kontraindikasi : hipersensitivitas, kulit yang terluka.10,11
Intervensi radiologi, angiografi dengan embolisasi percabangan arteri karotis intema. Hal ini dilakukan jika epistaksis tidak dapat dihentikan dengan tampon.9
Pembedahan
- Ligasi Arteri
Ligasi arteri etmoid anterior dilakukan bila dengan tampon anterior perdarahan masih terus berlangsung. Ligasi dilakukan dengan membuat sayatan mulai dari bagian medial alis mata,lalu melengkung ke bawah melalui pertengahan antara pangkal hidung dan daerah kantus media. Insisi langsung diteruskan ke tulang, dimana periosteum diangkat dengan hari-hari dan periorbita dilepaskan, lalu bola mata ditarik ke lateral, arteri etmoid anterior merupakan cabang arteri optalmika terletak pada sutura frontomaksilolaksimal. Pembuluh ini dijepit dengan suatu klip hemostatik, atau suatu ligasi tunggal.
- Septal dermatoplasty pada pasien osler-weber-rendu-syndrome mukosa septum diambil dan kartilago diganti dengan skin graft.6,7,9

FOLLOW UP
- Cegah perdarahan ulang dengan menggunakan nasal spray, salep Bactroban nasal
- Berikan antibiotika oral dan topikal untuk mencegah rinosinusitis
- Hindari aspirin dan NSAID lainnya
- Kontrol masalah medis lainnya seperti hipertensi, defesiensi vitamin k melalui konsultasi dengan ahli spesialis lainnya
- Edukasi pasien :
· Hindari cuaca yang panas dan kering
· Hindari makanan yang pedas dan panas
· Bernafas dengan mulut terbuka.1


KOMPLIKASI
v Komplikasi epistaksis :Hipotensi, hipoksia, anemia, aspirasi pneumonia
v Komplikasi kauterisasi : Sinekia, perforasi septum
v Komplikasi pemasangan tampon : Sinekia, rinosinusitis, sindrom syok toksik, Perforasi septum, tuba eustachius tersumbat, aritmia (overdosis kokain atau lidokain )
v Komplikasi embolisasi : Perdarahan hematom, nyeri wajah, hipersensitivitas, paralisis fasialis, infark miokard.
v Komplikasi ligasi arteri : kebas pada wajah, sinusitis, sinekia, infark miokard. 6,10,15


PROGNOSIS

Prognosis epistaksis bagus tetapi bervariasi. Dengan terapi yang adekuat dan kontrol penyakit yang teratur, sebagian besar pasien tidak mengalami perdarahan ulang. Pada beberapa penderita, epistaksis dapat sembuh spontan tanpa pengobatan. Hanya sedikit penderita yang memerlukan pengobatan yang lebih agresif.1

TERAPI ANTIBIOTIK PADA INFEKSI SALURAN

PENDAHULUAN
Penyakit infeksi masih merupakan pennyakit utama di indonesia, terutama infeksi saluran nafas bagian atas (ISPA). Infeksi saluran nafas bagian atas merupakan infeksi yang umumnya bersifat akut. Usaha yang dilakukan adalah dengan pemberian antibiotik bila dicurigai penyebabnya adalah bakteri(kuman). Pemberian antibiotik yang ideal adalah berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan uji kepekaan kuman, akan tetapi dalam praktek sehari-hari pemeriksaan mikrobiologis kuman penyebab infeksi pada setiap pasien tidak mungkin dilakukan. Dampak negatif penggunaan antibiotik yang tidak tepat adalah munculnya resistensi kuman terhadap antibiotik, meningkatnya efek samping obat dan dan biaya pengobatan yang tinggi.1,3
Dari penelitian yang dilakukan diRSUD kabupaten Wonogiri tentang penggunaan antibiotik untuk terapi ISPA dengan mengukur parameter pemilihan antibiotik, dosis dan lama pemberian menunjukan bahwa dari keseluruahn kasus ISPA, hampir semuanya mendapatkan antibiotik. Berdasarkan parameter pemilihan jenis antibiotik terdapat 99,39% yang rasional dan 0,61% yang irrasional. Berdasarkan parameter dosis pemberian terdapat 66,26% yang rasional dan 33,74% yang irrasional. Dan berdasarkan parameter lama pemberian terdapat 57,67% yang rasional dan 42,33% irrasional. Dari data tersebut didapatkan bahwa hampir 99% kasus ISPA, mendapatkan terapi antibiotik dengan tingkat kepercayaan yang tinggi. Namun demikian, terdapat penyimpangan dalam lama pemberian dan dosis. Hal tersebut perlu diperhatikan karena dapat berpengaruh pada timbulnya resistensi mikroorganisme terhadap obat yang dapat berefek pada meningkatnya morbiditas pasien.2
Pengobatan penyakit infeksi bakterial berkembang sejalan dengan pergeseran pola
dan perubahan resistensi kuman penyebab serta temuan antibiotika baru. Khemoterapi antimikroba dimulai dengan sulfonamida pada tahun 1930-an, disusul dengan penisilin G pada tahun 1940-an. Pada dekade selanjutnya ditemukan eritromisin, tetra-siklin dan vankomisin dan pada tahun 1960-an ditemukan generasi I sefalosporin. Walaupun telah banyak antibiotika ditemukan, kenyataan menunjukkan bahwa masalah penyakit infeksi terus berlanjut. Hal tersebut terjadi akibat pergeseran pada penyebab penyakit dan perkembangan resistensi kuman terhadap antibiotika.3

ANATOMI DAN FISIOLOGI SALURAN NAFAS BAGIAN ATAS

A. Anatomi saluran nafas bagian atas
Hidung manusia berbentuk piramid triangular denga berbasis berlubang dan dipisahkan oleh septum nasi dan bagian superiornya berhubungan dengan dahi (nasion).puncak (appeks) hidung berlanjut ke cranial sebagai dorsum,mulanya kartilago,kemudian berubah menjadi tulang atau ”bridge”.
Os nasale membentuk aspek cranial dari dorsumnasi,bersedi dengan os frontale di atas prosessus nasalis os maksilaris.Kebawah os nasale bersendi dengan bagian atas lateral kartilago.bagian dorsal kartilago septum menutupi hidung luar.bagian bawah lateral kartilago membentuk rangka eksternal.Bagian atas lateral kartilago berlanjut pada seperdua atas median denga dorsal septum.Beberapa kartilago sesamoid kecil membentuk aspek posterolateral dari rangka eksterna.6
Otot-otot pada hidung terdiri atas 2 komponen otot yang bekerja pada nostril (alaenasi) yaitu 3 otot kompresor dan 4 otot dilator.Otot-otot ini mendapat inervasi dari cabang-cabang n.fasialis.Arteria yang mensuplai daerah hidung bagian luar adalah cabang-cabang dari a.maksilaris dan a.oftalmika.Aliran darah balik akan mengalirkan darah ke v.fasialis anterior dan v.oftalmika.Vena oftalmika nantinya akan bermuara ke sinus kevernosus,sehingga infeksi pada hidung akan dapat mencapai sinus dan menyebabkan sepsis trombosis sinus kavernosus.
Aliran limfatika pada umumnya akan mengikuti v.fasialis anterior yang akan bermuara ke nnl.submandibularis atau nnl.preauricularis.6
Rongga hidung, nasofaring dan sinus paranasal dilapisi oleh mukosa yang berkesinambungan dengan berbagai sifat dan ketebalan.di bagian anterior vesibulum nasi terdapat epitel kubik dan gepeng berlapis.Di atas bidang konka superior terdapat epitel olfaktorius dan di bawahnya epitel reppiratorius.6,7
Regio respiratorius mukosanya,seperti juga epitel di atasnya juga bervariasi sesuai dengan lokasinya yag terbuka atau terlindung.Mukosa respiratorius yang khas terdapat di bagian yang terlindung.terdiri dari empat macam sel.Pertama, sel torak berlapis semu yang mempunyai 200 silia tiap selnya.diantara sel-sel bersilia terdapat sel-sel goblet (kelenjar mukus) dan sel-sel yang memiliki mikro-vili (disebut juga sel sikat).terakhir adalah sel basal (sel cadangan) yan terdapat di atas membrana basal.
Regio olfaktorius terutama pada epitel olfaktorius yang kecoklatan terdiri atas tiga macam sel:sel penunjang, sel basal dan sel olfaktorius.pada tunika propria terdapat kelenjar bowman yang tubuloalveolar dan bercabang-cabang.6,7
Mukosa sinus paranasal merupakan lanjutan mukosa hidung,hanya lebih tipis dan lebih sedikit kelenjarnya.Epitelnya torak berlapis semu bersilia, bertumpu pada membrana basal yang tipis dan tunika proprianya melekat erat dengan periostium di bawahnya.Silia lebih banyak di dekat osyium, gerakannya akan mengalirkan lendir yang menyelimuti permukaannya ke arah hidung melalui ostium masing-masing sinus.6

B. Fisiologi saluran nafas bagian atas .
Saluran nafas bagian atas ( terutama hidung) mempunyai fungsi antara lain:
Fungsi respirasi.
Air-conditioning.
Filtrasi.
Fungsi penciuman.
Vokal resonan.
Fungsi bicara.
Reflek nasal dan reflek nasogastrik lainnya.
Drainase air mata.

Fungsi respirasi.
Struktur tulang dan kartilago hidung memberikan bentuk rongga hidung yang kaku.Normalnya pernapasan berlangsung melalui hidung.udara inspirasi akan berjalan ke atas ke atap rongga hidung dalam aliran yang sempit medial dari konka media dan kemudian ke bawah dan ke belakang membentuk lengkungan,dan dengan demikian aliran udara inspirasi tertahan di bagian sentral rongga hidung.selama inspirasi timbul tekanan negatif dalam hidung.Berbagi obstruksi anatomis maupun patologis di daerah ini akan mengganggu aliran udara.Selama ekspirasi udara memasuki koana dan mengikuti kembali rute inspirasi.Aliran udara ekspirasi membentuk kisaran di sekitar meatus inverior.udara ini sebagian akan keluar melalui nares anterior dan sebagian lagi akan kembali untuk bergabung dengan aliran udara dari nasofaring.6

Fungsi air-conditioning.
Udara inspirasi normal akan dipanaskan atau dilembabkan oleh rongga hidung sebelum memasuki saluran nafas bagian bawah.Temperatur udar paru +_ 30 derajat celcius dengan kelembaban relaif 75-95%.fungsi ini dilakukan oleh mukosa hidung yang kaya akan vaskular, struktur kelenjar dalam hidung, rambut getar, conektif tissue, dengan demikian mencegah mukosa saluran nafas yang lembut dari berbagai kerusakan akibat perbedaan temperatur.Fungsi air-conditioning yang dilakukan oleh mukosa hidung seperti pompa yang disebut nasal valve.setiap 2 jam sekali hidung kanan dan kiri secara bergantian akan mengembang sehingga hidung akan menyempit dan tersumbat.udara yang dilembabkan ini penting bagi fungsi dan integritas yang sesuai bagi epitel bersilia.6

Fungsi filtrasi.
Udara inspirasi yang terkontaminasi akan disaring oleh hidung sebelum memasuki paru (p=5-7 u).hal ini terutama dilakukan oleh vibrissae hidung dan mucous blanket rongga hidung. Vibrissae hidung terdapat pada vestibulum dan menghambat partikel-partikel debu yang besar dan bahan-bahan yang berbahaya lainnya.
Sedangkan partikel-pertikel yang kecil dan bakteri akan berkumpul pada mucous blanket yang menutupi mukosa hidung. Mucous blanket memiliki dua lapisan,lapisan mukosa bagian luar dan lapisan serosa bagian dalam dimana terletak semua sel-sel bersilia.setiap sel memiliki 25-100 silia. Masing -masing silia memiliki dua gerakan, (a) gerakan lambat ke depan, (b) gerakan cepat ke belakang.silia hidung selalu bergerak ke arah koana posterior untuk di telan.gerakan-gerakan ini akan merangsang sel-sel menghasilkan lendir dengan pH 6,5-7.Mucous blanket ini kaya akan lysosyme yang bersifat anti bakterial dan menghancurkan benda asing.
Gangguan gerakan silia dapat berupa:
a) Gerakan melambat, pada:
-Perubahan tempertur atau pH yang besar.
-Penyakit atau karena obat-obatan.
-Akibat lendir yang berkumpul membentuk kerak sehingga hidung akan tersumbat.pernapasan akan melalui mulut dan hidung menjadi kering.
b) Gerakan meningkat pada:
Lendir yang terlalu banyak dan [post nasal drip yang menimbulkan gangguan pada kerongkongan.6

Fungsi penciuman.

Fungsi ini berkembang belakangan.sensasi ini memainkanperanan yang paling penting dalam tingkah laku dan respon reflek hewan-hewan tingkat rendah.Mukosa penciuman terletak di atap kavum nasi dan daerah yang berdekatan dengan konka superior dan bagian-bagian atas septum nasi.area penciuman ini dilapisi oleh epitel olfaktorius yang terdiri dari sel-sel olfaktorius, sel-sel basal dan sel-sel penunjang.
Mekanisme dari stimulasi penciuman tidak diketahui dengan pasti. Sensitivitas penciuman berbeda pada masing-masing individu dan dipengaruhi oleh berbagai faktor fisiologis seperti kekuatan bau dan arah aliran udara, dan perubahan-perubahan patologis dalam hidung seperti septum deviasi.6,7


GAMBARAN KLINIS INFEKSI SALURAN NAFAS BAGIAN ATAS

Infeksi saluran nafas bagian atas merupakan penyakit akut yang banyak dijumpai pada pasien rawat jalan. Infeksi saluran nafas bagian atas bervariasi dari pilek(common cold), yang merupakan penyakit katarhalis dari nasofaring hingga penyakit yang dapat mengancam hidup misalnya epiglotitis. Virus merupakan penyebab tersering infeksi saluran nafas bagain atas. Meskipun demikian dokter harus mempertimbangkan tanda-tanda infeksi primer dan superinfeksi bakteri, yang membuthkan terapi yang lebih spesifik.5
Saluran nafas bagian atas termasuk sinus, rongga hidung, faring, dan laring yang berfungsi sebagai jalur yang menghubungkannya dengan trakea, bronkus dan rongga alveolus. Rhinitis, pharyngitis, epiglottitis, laryngitis, and tracheitis merupakan manifestasi spesifik dari infeksi saluran nafas bagian atas.5,6,7

Beberapa hal yang menunjukkan gambaran infeksi saluran nafas bagian atas:
Rhinitis – inflamasi dari mukosa nasal.
Rhinosinusitis, sinusitis – Inflammasi hidung dan sinus paranasal, termasuk sinus frontalis, eitmoidalis, maksilaris, dan sphenoidalis.
Nasopharyngitis (rhinopharyngitis atau pilek/ common cold) – Inflammasi dari hidung, faring, hipofaring, uvula dan tonsil.
Pharyngitis – Inflammasi dari faring, hipofaring, uvula dan tonsil.
Epiglottitis (supraglottitis) – Inflammasi dari bagian superior laring dan area supraglotis.
Laryngitis – Inflammasi laring
Laryngotracheitis – Inflammasi dari laring, trakea, dan subglotis.
Tracheitis - Inflammation dari laring, trakea.
Infeksi saluran nafas bagian atas melibatkan invasi langsung terhadap mukosa saluran nafas. Penyebaran mikroorganisme dari orang ke orang berperan penting dalam terjadinya infeksi saluran nafas bagian atas. Pasien dengan infeksi bakteri dapat muncul dengan gambaran yang sama dengan infeksi virus, atau dapat mengalami superinfeksi dengan infeksi virus. Inokulasi oleh bakteri atau virus dimulai ketika sekresi dipindahkan melalui sentuhan tangan yang terekspose dengan patogen kedalam mulut atau hidung atau melalui inhalasi droplets pernafasan dari seseorang yang terinfeksi yang mengalami batuk atau bersin.5,7
Kebanyakan gejala infeksi saluran nafas bagain atas termasuk pembengkakan lokal, eritema, edema, peningkatan sekresi, demam yang terjadi akibat respon inflamasi sistem imun terhadap invasi patogen, dan juga terhadap produksi toksin yang dihasilkan patogen. Infeksi nasofaringeal awal dapat menyebar ke struktur yang berdekatan dengannya, mengakibatkan timbulnya sinusitis, otitis media, epiglotitis, laringitis, tracheobronkitis dan pneumonia. Inflamasi yang berdekatan dengan epiglotis dan laring akan menyebabkan keadaan penekanan terhadap aliran udara, terutama pada anak-anak, dimana dengan pengurangan diameter lumen yang minimal dari subglotis dan laring akan mengakibatkan efek yang serius.5
Pharyngitis bakterial: Riwayat saja tidak dapat membedakan farigitis akibat virus ataupun akibat bakteri. Meskipun demikian, jika gejala menetap selama 10 hari atau jika gejala semakin memburuk setelah 5-7 hari, kecurigaan akan infeksi bakteri sangat tinggi. Penilaian terhadap infeksi streptococus grup A harus mendapat perhatian khusus. Riwayat keluarga dengan demam rematik (terutama karditis atau penyakit vaskuler) meningkatkan risiko seseorang untuk mendapatkan infeksi streptokokus grup A.
Gejala faringeal termasuk serak, odinofagia, atau disfagia. Jika uvula atau faring bagian posterior mengalami inflamasi, pasien akan merasa tidak nyaman atau nyeri/berat ketika menelan. Obstruksi nasal dapat menyebabkan pernafasan melalui mulut, yang akan mengakibatkan mulut kering, terutama dipagi hari. Streptokokus grup A sering menyebabkan timbulnya serak.
Gejala yang lain termasuk batuk akibat inflaamsi pada laring, sakit kepala, kelemahan, demam, dan meningkatnya sekresi .5
Epiglottitis sering dijumpai pada anak-anak dengan usia 1-5 tahun yang muncul dengan gejala tiba-tiba, seperti misalnya:
Nyeri tenggorokan
Odynophagia atau dysphagia, kesulitan atau nyeri ketika menelan
Disfonia atau hilang suara
Batuk kering
Dyspnea
Demam
Kelemahan
· Laryngotracheitis:
o Suara serak atau hilang suara merupakan manifestasi utama infeksi pada laring.
Batuk kering dapat tampak bersamaan dengan inflamasi laring.
Dyspnea dan meningkatnya aktivitas pernafasan
Odynophagia atau dysphagia juga pernah dilaporkan.
Myalgia merupakan karakteristik infeksi influenza terutama jika disertai dengan timbulnya serak, nyeri tenggorokan, demam, batuk non-produktif dan sakit kepala.
Demam juga dapat muncul.
Kelemahan dapat juga terjadi pada infeksi saluran nafas atas..
Apneu dapat merupakan gambaran utama pada anak dengan pertusis.5


POLA DISTRIBUSI MIKROORGANISME PADA ISPA

A. Flora normal pada hidung, nasofaring dan orofaring

Kebanyakan permukaan traktus pernafasan bagian atas ( termasuk saluran hidung dan mulut, nasofaring, orofaring, dan trakea) merupakan tempat kolonisasi flora normal. Organisme tersebut merupakan flora normal yang menempati permukaan tersebut dan jarng menyebakan penyakit. Mikroorganisme tersebuttermasuk:
Bakteri yang paling sering dijumpai di hidung adalah staphylococci. Organisme tersebut hanya dijumpai dibagian dalam rongga hidung dan termasuk Staphylococcus aureus dan S. epidermidis.
Selain staphylococci, corynebacteria ("diphtheroids") aerobic dapat dikultur dari permukaan nasal.
Sejumlah kecil Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitidis, dan Haemophilus influenzae dapat juga dijumpai di dalam nasopharynx. Meskipun demikian, kebanyakan strain tersebut bersifat virulen. Harus dicatat bahwa H. influenzae telah menunjukkan peranan yang penting dalam patogenesis otitis media. 4,5, 9
Flora normal orofaring juga mengandung sejumlah besar bakteri. Diantaranya adalah:
Hidung dan orofaring mengandung sejumlah besar S. aureus dan S. epidermidis .
Kelompok mikroorganisme yang paling penting adalah streptococci alpha-hemolyticus atau streptococci viridans. Kelompok tersebut juga termask S. mitis, S. mutans, S. milleri, dan S. salivarius. Telah diyakini bahwa bakteri tersebut berperan sebagai antagonis terhadap invasi melawan streptococuc patogenik.
Tambahan juga bahwa, kultur dari bagian tersebut biasanya menunjukkan sejumlah besar dipteroid, moraxella catarhalis dan sejumlah kecil kokus gram negatif. 7,9
B. Mikroorganisme penyebab infeksi saluran nafas bagian atas
Kebanyakan infeksi saluran nafas bagian atas disebabkan oleh virus. Lebih dari 200 virus diketahui menyebabkan common cold/pilek. Kebanyakan virus tersebut adalah rhinoviruses, coronaviruses, adenoviruses, or coxsackieviruses.
Nasopharyngitis:
Rhinoviruses menyebabkan rata-rata 30-50% pilek/ common cold). pada dewasa.
Coronaviruses juga merupakan agen penyebab pilek (common cold).
Enteroviruses, termasuk coxsackieviruses, echoviruses, juga dapat menyebabkan common cold.
Adenoviruses, orthomyxoviruses (termasuk virus influenza A and B), paramyxoviruses berperan dalam banyak infeksi saluran nafas bagian atas.
Pharyngitis: Pharingitis sering disebabkan oleh virus. Penting untuk mengenal pharyngitis streptokokus grup A karena komplikasi serius yang akan terjadi akibat penyakit yang tidak tertangani.
Penyebab pharingitis virus termasuk:
Adenovirus, yang juga dapat menyebabkan laryngitis dan konjungtivitis
viruses Influenza
Coxsackievirus
HSV
EBV (infectious mononucleosis)
Cytomegalovirus (CMV)
Penyebab pharyngitis bakterial termasuk:
Group A streptococcus (rata-rata 15% dari semua kasus pharyngitis)
Streptococcus Group C and G
N gonorrhoeae
Arcanobacterium (Corynebacterium) hemolyticum
Corynebacterium diphtheriae
Bakteri atipikal, misalnya M pneumoniae dan C pneumoniae
Bakteri 5
Rhinosinusitis:
Virus yang menyebabkan rhinosinusitis akut adalah sama dengan yang menyebabkan nasopharyngitis akut dan termasuk rhinovirus, enterovirus, coronavirus, virus influenza A dan B, RSV, dan adenovirus.
Bakteria yang menyebabkan rhinosinusitis akut adalah sama dengan bakteri yang menyebabkan otitis media.
Bacteria pathogens yang diisolasi dari aspirat sinus maxillary sinus pada anak-anak termasuk Streptococcus pneumoniae (30-66%), H influenzae (20%) dan Moraxella catarrhalis (20%)
pathogens penting lainnya termasuk streptococci group A and spesies streptococcus yang lain.
Penyebab yang jarang termasuk C pneumonia, Neisseria species, bakteri anaerob, and batang gram-negatif.
Sinusitis nosokomial sering melibatkan patogen yang berkolonisasi di saluran nafas bagian atas dan bermigrasi ke dalam sinus.
Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) merupakan penyebab yang paling signifikan.
Basil Gram-negative, seperti misalnya Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa, merupakan penyebab yang lain. 5,7
Epiglottitis merupakan infeksi bakterial.
Pada kebanyakan anak-anak, Hib diisolasi dari darah atau kultur. Bakteri lain yang sering dijumpai pada a dewasa daripada anak-anak termasuk Streptococcus group A, S pneumoniae, and M catarrhalis.
Pada dewasa, kultur sering memberikan hasil yang negatif.5,7
· Laryngotracheitis umumnya disebabkan oleh virus dengan beberapa pengecualian.
o Croup, atau laryngotracheobronchitis, umumnya disebabkan oleh PIV type 1, 2, or 3.
Sekitar 95% dari seluruh kasus whooping cough disebabkan oleh batang gram negative Bordetella pertussis. Sisanya disebabkan oleh Bordetella parapertussis.
Bakteri penyebab laryngitis adalah jarang dan termasuk beberapa diantaranya:
Streptococcus Group A
C diphtheriae, bakteri gram positif batang an-aerob yang hanya menginfeksi laring
C pneumonia
M pneumoniae
M catarrhalis
H influenzae5,7

Gambar 1. Mikroorganisme tersering penyebab infeksi saluran nafas bagian atas


PEMILIHAN ANTIBIOTIKA PADA INFEKSI SALURAN NAFAS BAGIAN ATAS :”Berdasarkan tipe dan pola infeksi”

Penyakit infeksi masih merupakan penyakit utama di banyak negara berkembang, termasuk Indonesia. Jenis penyakit infeksi di Indonesia yang banyak diderita oleh masyarakat adalah infeksi saluran pernapasan atas (ISPA). Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1997 menunjukkan bahwa prevalensi ISPA untuk usia 0-4 tahun.Sensitivitas Kuman Tonsilo Faringitis Akut 47,1 %, usia 5-15 tahun 29,5 % dan dewasa 23,8 %; lebih dari 50% penyebabnya adalah virus. Infeksi sekunder bakterial pada ISPA dapat terjadi akibat komplikasi terutama pada anak dan usia lanjut, dan memerlukan terapi antimikroba. Beberapa kuman penyebab komplikasi infeksi ISPA yang pernah diisolasi dari usap tenggorok antara lain Streptococcus, Staphylococcus, Klebsiella, Branhamella, Pseudomonas, Escherichia, Proteus, dan Haemophilus,dan untuk mengatasinya seringkali digunakan antimikroba golongan betalaktam, makrolida, dan kotrimoksazol.Antimikroba golongan betalaktam, yakni golongan penisilin dan sefalosporin, termasuk jenis antimikroba yang diperkirakan paling banyak digunakan untuk infeksi saluran napas; sejauh ini belum banyak diketahui status sensitivitas golongan tersebut, khususnya terhadap kuman penyebab ISPA.1,3
Enam jenis kuman terbanyak yang berhasil diisolasi dari spesimen usap tenggorok berturut-turut adalah: Streptococcus viridans (54.2%), Branhamella catarrhalis (22.9%),
Streptococcus haemolyticus (6.11%), Streptococcus pneumoniae (3.82%), Streptococcus non-haemolyticus. (3.82%) dan Klebsiella pneumoniae (3.05%). Sebagian besar kuman Gram positif dan negatif dari isolat usap tenggorok tersebut masih cukup sensitif terhadap antimikroba betalaktam, kecuali terhadap Cefradin. Total resistensi tertinggi kuman-kuman usap tenggorok adalah terhadap antimikroba Cefradin, yakni sebesar 68.04%, sedangkan terhadap Penisilin-G dan amoksisilin total resistensi kuman relatif rendah, berturut-turut 9.93% dan 5.35%. 1
Dari hasil penelitian pemeriksaan isolat usap tenggorok dan sensitifitas kuman terhadap antimikroba yang dilakukan oleh laboratorium mikrobiologi FK UI pada bulan september hingga bulan november 1999 didapatkan bahwa: Hasil usap tenggorok menemukan 12 jenis kuman Gram negatif dan kuman Gram positif. Kuman yang terbanyak ditemukan S. viridans (54.2 %), berbeda dengan yang dilaporkan Sugito(4)yaitu 25 % dan Hartono(5)yaitu 31,43 %. Untuk kuman S. Hemolyticus diperoleh 6,4 % , hampir sama dengan yang ditemukan Suprihati dkk(6) sebanyak 4,46 %, tetapi berbeda dengan yang ditemukan oleh Sugito(4)sebanyak 25 % dan mirip dengan yang ditemukan Hartono(5)25,71 %. Kuman ini merupakan kuman yang dicurigai sebagai penyebab endokarditis. Total resistensi tertinggi berbagai kuman isolat tenggorok adalah terhadap antimikroba Cefradin sebesar 68,04 %, diikuti oleh Penicillin G dan Ceftriakson. Antimikroba Cefradin merupakan antimikroba generasi I dari golongan sefalosporin dan banyak digunakan secara oral untuk penderita infeksi saluran pernafasan sehingga mungkin sudah banyak terjadi resistensi. 1,3
Sinusitis akut umumnya juga disebabkan oleh bakteri patogen yang sama yang menyebabkan otitis media akut (Streptococus pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan Moraxella catarhalis). Pada suatu penelitian dimana mikroorganisme dikultur dari aspirat sinus maksilaris pada anak dan dewasa didapatkan, Streptococus pneumoniae sekitar 30-66% dari isolat, Haemophilus influenzae, dan Moraxella catarhalis sekitar 20% dari isolat.pada suatu penelitian double blind placebo-control antimicrobial treatment pada anak-anak didapatkan bahwa terdapat perbaikan penyakit pada sekitar 85% dan 77% anak-anak yang diterapi dengan amoxicylin dan amoxicylin-asam klavulanat dibandingkan dengan plasebo yang hanya sekitar 50%. Untuk infeksi rekuren beta-laktamase dan sefalosporin atau penicillin-resistant pneumococus dapat sangat bermanfaat.3,8
Penulisan resep oleh dokter umum di United Kingdom (UK) thn 1998 untuk infeksi saluran pernafasan adalah antimikroba broadspectrum penisilin sebanyak 53,2 %, makrolid 15 % dan medium serta narrow spectrum penisilin 13,0 %, sefalosporin 7,7 %. Tahun 1997 pasar dunia antibiotik mencapai US $ 12 miliar dengan jumlah peresepan 818 juta untuk infeksi saluran pernafasan (ISPA) dan sebagian besar antibiotik yang digunakan di rumah sakit berturut - turut adalah Golongan beta laktam, makrolid dan fluorokuinolin. Di Indonesia untuk infeksi pernafasan akut (tonsilitis dan faringitis ) sebagai standar pengobatan di puskesmas penisilin G masih merupakan obat pilihan keempat setelah eritromisin, amoksisilin dan ampisilin(2). Data resistensi kuman S.viridans dan S. aureus terhadap Penisilin G dari hasil penelitian Josodiwondo (1996) 3,7 % dan 96,8 % sedangkan dari penelitian Trihendrokesowo, dkk ( 1986 ) sebesar 3,2 % dan 66,7 % tidak jauh berbeda dengan resistensi kuman S.viridans yang diperoleh dari penelitian ini yaitu 2,82 %, namun berbeda dengan hasil resistensi kuman S. aureus 0 %. Golongan penisilin masih cukup ampuh untuk mengatasi bakteri gram positif, tetapi akhir-akhir ini banyak dilaporkan bakteri yang resisten terhadap antimikroba golongan penisilin bahkan juga pada golongan sefalosporin, karena bakteri ini mampumenghasilkan enzim betalaktamase. Untuk mengatasi bakteri gram negatif tampaknya penisilin, bahkan sefalosporin sudah berkurang kemampuannya kecuali sefalosporin generasi ketiga. Penggunaan tidak rasional akan mempercepat resistensi, selain hal itu dapat terjadi resistensi silang antar golongan maupun dalam satu golongan. Test kepekaan tidak selalu akurat untuk memprediksi kesembuhan dan sering terjadi tidak ada korelasi antara minimum inhibitor concentration (MIC) kuman dan kesembuhan. Observasi pada penderita infeksi menunjukkan bahwa 81 % penderita sembuh jika terinfeksi dengan bakteri yang sensitif, 9 % penderita meninggal. Bila terinfeksi bakteri yang resisten dapat menaikkan rata-rata kematian sebesar 17 %.(Q-key`0094)

earn money by read email.....

pneumonia

pendahuluan
Pneumonia adalah penyakit peradangan parenkim paru yang sisebabkan oleh bermacam etiologi seperti bakteri,virus, mikoplasma, jamur, atau benda asing yang teraspirasi dengan akibat timbulnya ketidakseimbangan ventilasi dengan perfusi (ventilation perfusion mismatch). Pneumonia dapat dibagi berdasarkan kelainan anatomi, atau etiologi. Berdasarkan kelainan anatomis dibagi dalam pneumonia lobaris, pneumonia lobularis, pneumonia intersisial, dan pleuropneumonia. Berdasarkan etiologinya: pneumonia dikelompokkan ke dalam pneumonia streptokokus,pneumonia karena lvaemophyllus influenza, pneuminia mikoplasma, pneumonia virus,dsb. 1 Infeksi saltuan nafas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang udah maju. Dari data SEMIC Healt Statistik 2001 influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di indonesia,nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia,nomor 3 di Singapora,nomor 6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran nafas akut temtasuk pneumonia dan

Medial
Kanan
Medial
Kiri
SEGMEN PARU-PARU KIRI

Labus Atas
1.
2.
3. Anterrior
4. Superior
5. Inferior

Labus Bawah
6. Apikal (superior)
7. Mediobasal
8. Anteriobasal
9. Lateriorbasal
10. Posteriobasal

Apikoposterior
SEGMEN PARU-PARU KANAN

Labus Atas
2. Aplikasi
3. Posterior
4. Anterior

Labus Tengah
5. Lateral
6. Medial

Labus Bawah
7. Apikal
8. Mediobasal
9. Anterobasal
10. Laterobasal
11. Posterobasal
Lateral Kanan
Lateral Kiri
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A. DEFINISI
Pneumonia adalah penyakit peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh berbagai macam etiologi seperti bakteri, virus, mikoplasma jamur, atau benda asing yang teraspirasi dengan akibat timbulnya ketidakseimbangan veniilasi dengan perfusi (ventilation perfusion mismach).
Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan yang disebabkan oleh mikroor-anisme (bakteri, virus, jamur, parasit) pneumonia yang disebabkan oleh nonmikroorganisme(bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis.1,2

B. EPIDEMIOLOGI
Pneumokokus merupakan penyebab utama pneumonia. Pneumokokus dengan serotipl sampai 8 menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80%, sedangkan pada anak ditemukan tipe 14,1,6,dan 9. angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan mengurang dengan meningkatnya umur. Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan oleh pneumokokus- ditemukan pada orang dewasa dan anak besar, sedangkan bronchopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi.
Pneumonia pneumokokus (streptokokus pneumonia), yang pertama kali ditemukan oleh Pasteur pada tahun 1881. tumbuh diperbenihan agar darah dalam waktu 24 – 28 jam. Ada 75 tipe, akan tetapi yang virulen hanya 3 tipe. Pneumonia pneumokokus merupakan infeksi akut yang dapat berupa pneumonia lobaris atau bronchoneumonia. Tejadinya beberapa hari setelah infeksi saluran pernafasan bagian atas. Penderita-penderita dengan hipogammaglobulinemia atau mieloma multiple lebih peka terhadap infeksi ini, juga pada orang-orang peminum alkohol.3.4


C. KLASIFIKASI & ETIOLOGI
1. Berdasarkan klinis dan epidemiologi:
a. a Pnemonia komuniti(community-acquired pneumonia)
b. b.Pneumonia nosokomial (hospital-acquired pneumonia%nosocomial pneumonia)
c. Pneumonia aspirasi
d. pneumonia pada penderita immunocompromised

2. Berdasarkan bakteti penyebab
a. Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat teriadi pada semua usia. Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang seseorang yang peka, misalnya klebsiella pada penderita alkoholik, staphylococcus pada penderita pasca infeksi influenza.
b. Pneumonia atipikal, disebabkan mycoplasma, legionella dan Chlamydia
c. Pneumonia Virus
d. Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocomromised).

3. Berdasarkan predileksi infeksi
a. Pneumonia lobaris. Sering pada pneumonia bakterial, jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia vang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misal : pada aspirasi benda asing atau proses keganasan.
b Bronchopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteri maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua. jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus.


c. Pneumonia interstisial
Patogen penyebab pneumonia pada anak bervariasi tergantung umur, status munologis, kondisi lingkungan (epidemioloei setempat, polusi udara) status munisasi dan faktor resiko.`
Informasi epidemiologi seringkali sanaat berguna untuk mencari penyebab pneumonia. Penyebab pneumonia dapat dilihat pada tabel l;5
Usia
Penyebab
Lahir - 3 minggu





3 minggu – 3 bulan




4 bulan – 4 tahun






5 tahun – 15 tahun
Group B streptokokus
Gram negative enteric bacilli
Cytomegalovirus
Listeria monocytogenes
Herpes simplex virus

Chlamidia trachomatis
Respiratory syncytial virus ((RSV)
Parainfluenza virus (PIV0 type 3)
Streptococcus aureus

RSV, PIFs, influenza, adenovirus, rhinovirus
Streptococcus pneumonalae
Haemophilus influenzae
Mycoplasma pneumoniae
Mycobacterium tuberculosis

Mycoplasma Pneumoniae
Chlamydophilia peumoniae
Streptococcus pneumoniae
Mycobacterium tuberculosis

Daya tahan traktus respiratorius
Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah infeksi dan terdiri dari:
1. Susunan anatomis rongga hidung
2. Jaringan limfoid di naso-oro-faring
3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret liat yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut.
4. Reflek batuk
5. Reflek epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi.
6. Drainace sistem limfatik dan fungi menyaring kelenjar limfe regional
7. Fagositosis, aksi enzimatik dan respons imuno-humoral terutama dari imunoglobulin A (IgA).

Anak dengan daya tahan terganggu akan menderita pneumonia berulang atau tidak mampu mengatasi penyakit ini dengan sempuma. Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya pneumonia ialah daya tahan badan yang menurun, misalnya akibat malnutrisi energi protein (MEP), penyakit menahun, faktor iatrogen seperti trauma pada paru, anestesia, aspirasi, pengobatan dengan antibiotika yang tidak sempurna.4
D. PATOGENSIS
Bakteri penyebab terisap ke paru melalui saluran nafas menyebabkan reaksi jaringan berupa edema yang mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadinya sebukan sel PMN (polimorfonuklear), fibrin, eritrosit cairan edema dan kuman di alveoli. Proses ini termasuk dalam stadium hepatisasi merah. Sedangkan stadium hepatisasi kelabu adalah kelanjutan proses infeksi berupa deposisi fibrin ke permukaan pleura. Ditemukan pula fibrin dan leukosit PMN di alveoli degeneras sel dan proses fagositosis yang cepat. Dilanjutkan stadium resolusi, dengan peningkatan jumlah sel makrofag di alveoli, degenerasi sel dan menipisnya fibrin, serta menghilangmya kuman dan debris. Proses kerusakan yang terjadi dapat dibatasi dengan pemberian antibiotik sedini mungkin agar sistem bronkopulmonal yang tidak terkena dapat diselamatkan.6
E. GAMBARAN KLINIS
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik sangat mendadak sampai 39 – 40 C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang-kadang disertai muntah dan diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit, mungkin terdapat batuk setelah beberapa hari, mula-mula kering kemudian menjadi produktif. Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisis, tetapi dengan adanya nafas cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar mulut dan hidung, harus dipikirkan kemungkinan pneumonia. Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisis tergantung dari pada luas daerah yang terkena. Pada perkusi thoraks sering tidak ditemukan kelainan. Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basalt nyaring halus atau sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluen) mungkin pada perkusi terdengar keredupan dan suara pemafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi, ronki terdengar lagi. Tanpa pengobatan biasanya penyembuhan dapat terjadi sesudah 2 – 3 minggu.4

Pemeriksaan penunjang
Gambaran pneumonia pada foto toraks sama seperti gambaran konsolidasi radang. Jika udara dalam alveoli digantikan oleh eksudat radang, maka batgian paru tersebut akan tampak putih pada foto roentgen. Kelainan ini dapat melibatkan sebagian atau seluruh lobus (pneumonia lobaris) atau berupa bercak yang mengikutsertakan alveoli secara tersebar (bronkopneumonia). Gambaran roentgen pneumonia primer dan sekunder selalu sama, yaitu berupa ukuran besar dan jumlah corakan paru yang bertambah atau konsolidasi, atau berupa campuran dan keduanya. Perbedaan gambaran klinik pneumonia atipik dan tipik.2,8

Tanda dan gejala

P. Atipik
P. Tipik
Onset
Suhu
Batuk
Dahak
Gejala lain


Gejala diluar paru
Pewarnaan gram
Radiologis
Laboratorium


Gangguan fungsi hati
Gradual
Kurang tinggi
Non produktif
Mukoid
Kepala, mialgia, sakit tenggorokan, suara parau, nyeri telinga
Sering
Flora normal atau spesifik
Pachy atau normal
Leukosit normal kadang rendah
Sering
Akut
Tinggi, menggigil
Produktif
Purulen
Jarang


Lebih jarang
Kokus gram (+) atau (-)
Konsolidasi lobar
Lebih tinggi


Jarang

F. DIAGNOSA BANDING
Bronkiolitis
Gagal jantung
Aspirasi benda asing
Atelektasis
Abses paru
Tuberkulosis

G. KOMPLIKASI
Empiema
Otitis media akut
Atelektasis
Emfisema
Meningitis
Perikarditis
Osteomielitis
Abses kulit
Sinusitis
Epiglotis kadang ditemukan pada infeksi H. influenzae tipe B

H. PENATALAKSANAAN
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi, akan tetapi, karena hal itu perlu waktu, dan pasien perlu terapi secepatnya maka biasanya yang diberikan:
1. Penisilin 50.000 U/kg BB/hari, ditambah dengan kloramfenikol 50-70 mg/kg BB/hari atau diberikan antibiotik yang mempunyai spekrum luas seperti ampicillin. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4 – 5 hari
2. Pemberian oksigen dan cairan intravena, biasanya diperlukan campuran glukosa 5% dan NaCI 0,9% dalam perbandingan 3:1 ditambah larutan KCL 10mEq/500 ml/botol infus.
3. Karena sebagian besar pasien jatuh ke dalam asidosis metabolik akibat kurang makan dan hipoksia, maka dapat diberikankoreksi sesuai dengan hasil analisis gas darah arteri.
4. Pasicn bronkopneumonia rintan tidak usah dirav°at di runah sakit

I. PROGNOSIS
Dengan pemberian antibiotik Yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat diturunkan sampai 1%. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.(Q_key `0094`)

Obstruksi Saluran Nafas Atas / upper respiratory track obstruction

DEFENISI
Obstruksi saluran nafas atas adalah sumbatan pada saluran nafas yang bisa berlokasi di trakea, laring atau faring.
ANATOMI
Secara anatomi saluran nafas atas terdiri atas faring dan rongga hidung, akan tetapi secara fungsional laring dan trachea bisa dimasukkan dan rongga mulut menjadi jalur alternatif pernafasan. Hidung adalah bangunan berbentuk piramida yang terdiri dari tulang dan kartilago yang berikatan ke tengkorak dan dibagi oleh septum ditengahnya menjadi dua rongga hidung. Hidung berfungsi sebagai pemanas dan pelembab gas yang dihirup, resonator suara dan tempat reseptor penciuman. Sinus paranasal bermuara ke rongga hidung. Bagian belakang mulut terbuka ke orofaring dan membentuk pintu masuk ke saluran cerna dan juga merupakan jalur alternatif lewatnya udara. Juga terlibat dalam proses bicara. Intubasi orotracheal dapat digunakan sebagai alternatif dari intubasi nasal ketika dibutuhkan. Akan tetapi variasi dari anatomi jalan nafas atas dapat menyulitkan teknik ini.
Faring adalah tabung fibromuskular berbentuk U yang merupakan perluasan dari dasar tengkorak hingga ke kartilago cricoid di pintu masuk ke esophagus. Di anterior ia terbuka ke rongga hidung melalui koana ke rongga mulut melalui ismus orofaring dan laring serta osofagus di bagian bawah, yang membaginya menjadi naso-, oro-, dan laryngopharynx, berurutan. pharynx membentuk suatu saluran aerodigestive dan terlibat erat dengan proses menelan. Panjangnya pada orang dewasa kira-kira 14 cm dibagian posterior.
Faring mendapat suplai darah dari berbagai sumber yang ekstensif. Yang utama beral dari arteri carotis eksterna serta cabang dari arteri maksila interna yakni cabang palatina superior.
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dan kripta didalamnya. Terdapat tiga tonsil yaitu tonsil faring (adenoid), tonsil palatina dan tonsil lingual yang ketiganya membentuk cincin waldeyer. Tonsil palatina yang biasa disebut tonsil saja (amandel) terletak di fossa tonsilaris. hiperplasia dari tonsil ini bisa menimbulkan sumbatan pada jalan nafas.
Ruang retrofaring terdapat pada bagian posterior dari faring, yang dibatasi
oleh :
· anterior : fasia bukkofaringeal ( divisi viscera lapisan media fasia servikalis profunda) yang mengelilingi faring, trakea, esofagus dan tiroid
· posterior : divisi alar lapisan profunda fasia servikalis profunda
· lateral : selubung karotis ( carotid sheath ) dan daerah parafaring.
Daerah ini meluas mulai dari dasar tengkorak sampai ke mediastinum setinggi bifurkasio trakea ( vertebra torakal I atau II ) dimana divisi viscera dan alar bersatu.
Daerah retrofaring terbagi menjadi 2 daerah yang terpisah di bagian lateral oleh aliran limfe dari rongga hidung, sinus paranasal, nasofaring, faring, tuba Eustakius dan telinga tengah. Daerah ini disebut juga dengan ruang retroviscera, retroesofagus dan ruang viscera posterior. Selain itu juga dijumpai daerah potensial lainnya di leher yaitu :
· danger space : dibatasi oleh divisi alar pada bagian anterior dan divisi prevertebra pada bagian posterior ( tepat di belakang ruang retrofaring ).
· prevertebral space : dibatasi oleh divisi prevertebra pada bagian anterior dan korpus vertebra pada bagian posterior ( tepat di belakang danger space ). Ruang ini berjalan sepanjang kollumna vertebralis dan merupakan jalur penyebaran infeksi leher dalam ke daerah koksigeus midline raphe . Tiap – tiap bagian mengandung 2 – 5 buah kelenjar limfe retrofaring yang biasanya menghilang setelah berumur 4 – 5 tahun.
Laring merupakan bagian terbawah saluran nafas atas dan memiliki bentuk yang menyerupai limas segitiga yang terpancung. Batas atas laring berupa aditus laring dan batas bawah berupa batas kaudal kartilago krikoid. Batas depannya adalah permukaan belakang epiglotis, tuberkulum epiglotik, ligamentum tiroepiglotik, sudut antara kedua belah lamina kartilago krikoid.
Laring laki-laki dewasa terletak setinggi vertebra servikalis 3-6. Pada anak dan wanita sedikit lebih tinggi. Laring dibagi atas tiga bagian yaitu : supra glotis, glotis, dan subglotis. Supra glotis meluas dari puncak epiglotis sampai ke ventrikel laring. Glotis melibatkan pita sura sampai 5-7 mm dibawah ligamentum vokale, sedangkan subglotis dari bagian inferior glotis ke pinggir inferior kartilago krikoid. Laring dibentuk oleh sebuah tulang dibagian atas dan beberapa tulang rawan yang saling berhubungan dan diikat satu sama lain oleh otot-otot intrinsik dan ekstrinsik.
Tulang dan tulang rawan
1. Tulang hioid
Tulang hioid terletak paling atas berbentuk huruf U dan dengan mudah dapat diraba pada leher bagian depan. Pada kedua sisi tulang ini terdapat prosesus longus dibagian belakang dan prosesus brevis kearah atas bagian depan.
2. Tulang rawan tiroid
Merupakan tulang rawan laring yang terbesar. Terdiri dari dua lamina yang bersatu dibagian depan mengembang kearah belakang. Pada bagian atas terdapat celah yang memisahkan kedua lamina yang disebut dengan “Thyroid Notch”
3. Tulang rawan krikoid.
Terletak dibawah tulang rawan tiroid dan merupakan tulang rawan paling bawah dari laring. Bagian depan meyempit dan bagian belakang melebar, dan membentuk sebagian besar dinding belakang laring.
4. Tulang rawan epiglotis
Merupakan tulang rawan yang berbentuk pipih seperti daun dan terdiri dari jaringan tulang rawan fibroelastik.
5. Tulang rawan aritenoid.
Berbentuk piramid bersisi tiga tidak teratur. Di bagian dasar tulang rawan ini membentuk persendian dengan bagian atas belakang krikoid.
6. Tulang rawan kornikulata dan kuneiformis
Tulang rawan ini terdiri dari komponen elastik. Tulang rawan kornikulata bersendi dengan permukaan datar apeks tulang rawan aritenoid. Tulang rawan kuneiformis bersendi dengan tulang rawan kornikulata dan kedua tulang rawan ini akan membentuk tonjolan pada tiap sisi posterior rima glotis.

PATOFISIOLOGI DAN ETIOLOGI
Obstruksi sering terjadi pada daerah yang secara anatomis menyempit, seperti hipofaring pada dasar lidah dan pada pita suara di laring. Tempat obstruksi jalan nafas dapat di supraglotis intraglotis dan infraglotis. Juga bisa dibagi menjadi bagian intra thorak dan ekstrathorak yang berbeda selama inspirasi dan ekspirasi.
Saluran nafas intra thorak melebar selama inspirasi dan karena tekanan negatif dari intrapleural. Tekanan positif di intrapleural selama ekspirasi menyebabkan penekanan dan penyempitan
Penyebab fungsional
· Depresi saraf pusat
· Abnormalitas system saraf perifer dan gangguan neuromuskular
v parese nervus laryngeus recurrent (pasca operasi, inflamasi, infiltrasi tumor,
v obstructive sleep apnoea
v Laryngospasm
v myasthenia gravis
v Guillain-Barre polyneuritis
v hipokalsemia (menyebabkan spasme pita suara).
v tetanus
Penyebab mekanis
v aspirasi benda asing
Infeksi
v epiglottitis
v supraglottitis
v sellulitis atau abses retrofaring
v Abses parafaring
v Angina Ludwig
v diphtheria
v bacterial tracheitis
v laryngotracheobronchitis
oedema laring
v alergi
v angioedema herediter
perdarahan dan haematoma
v paska operasi
v terapi anticoagulan
v koagulopati
Trauma
v Facial injury ( fraktur mandibula dan maxila)
v Acute laryngeal injury
v Laryngeal stenosis
v Luka bakar pada saluran nafas
Neoplasma
v karsinoma pharyng, laring dan tracheobronchial
v polyposis pita suara
kongenital
v vascular rings
v laryngeal webs, laryngocoele
v atresia coana bilateral
penyebab lainnya
v crico-arytenoid arthritis
v achalasia oesophagus
v myxoedema
GEJALA KLINIS
Bahkan sebelum riwayat pasien didapat, pemeriksaan fisik sangat penting dilakukan untuk menilai keparahan sumbatan jalan nafas. Pasien akan mengunakan otot nafas tambahan seperti sternocleidomastoideus pada semua kasus sumbatan jalan nafas. Gejala sangat bergantung dari penyebab sumbatan, tetapi beberapa gejala sama pada semua kasus obstruksi.
Dyspnea
Stridor
Inspiratory – biasanya obstruksi supraglottic akan terhisap ke glottis dengan inspirasi
Expiratory – biasanya obstruksi subglottic akan terdorong ke glottis selama ekspirasi
Biphasic – keduanya diatas atau suatu lesi yang terisolasi di glottis seperti edema
Perubahan suara
nyeri
batuk
penurunan atau hilang suara nafas
perdarahan
gelisah
tercekik
megap-megap ( haus akan udara)
Wheezing, atau suara pernafasan yang tidak biasa yang menunjukkan kesulitan bernafas
Agitasi
Panik
Sianosis
Penurunan kesadaran/tidak sadarkan diri
sumbatan jalan nafas dapat total atau parsial
sumbatan total:
Pasien tak bisa bernafas, berbicara atau batuk dan dan akan memegang tenggorokan diantara jempol dan telunjuk, panik dan gelisah. Usaha yang keras untuk bernafas dengan retraksi interkostal dan supraklavikula. Pemeriksaan fisik menunjukkan penurunan suara pernafasan nadi dan tekanan darah meningkat, pasien akan segera sianosis, kelilangan kesadaran, bradikardi dan hipotensi dan akhirnya henti jantung. Kematian terjadi bila sumbatan tidak teratasi dalam 2-5 menit.
sumbatan jalan nafas tak lengkap:
pasien dalam keadaan stabil atau perburukan yang progressif, tanda dan gejala mungkin ringan tetapi memburuk saat batuk, mengorok saat inspirasi, disfonia, afonia, tesedak, sesak karena sumbatan, batuk yang lemah, respiratory distress dan tanda-tanda hypoxaemia dan hypercarbia seperti kecemasan, bingung, letargi, sianosis bisa muncul sebagai perburukan . Usaha inspirasi yang kuat untuk melawan sumbatan dapat menimbulkan ekimosis. Sumbatan jalan nafas parsial yang memburuk harus ditangani secara cepat dan segera dilakukan persiapan terapi sebagaimana sumbatan jalan nafas total.
PEMERIKSAAN KHUSUS
Laringoskopi dan bronkoskopi
Laringoskopi indirect pada pasien yang stabil dan kooperatif berguna untuk mendiagnosa benda asing, massa retrofaring atau laring dan patologi glottis lainnya.
Flexible fibreoptic bronchoscopy atau laringoskopi berguna sebagai diagnosis dan penetalaksanaan dari obstruksi saluran nafas atas. Keuntungannya dapat secara langsung melihat anatomi dan fungsi saluran nafas atas dan membuat diagnosis yang akurat, dapat dilakukan tdi unit gawat darurat tanpa memindahkan pasien dan sedikit resiko obstruksi total, pasien dalam keadaan sadar dan nafas spontan, bila dilakukan hati-hati tidak traumatic dan tidak memperburuk obstruksi. Kekurangannya yaitu membutuhkan operator yang handal dan pasien yang kooperatif, sulit dilakukan bila terdapat banyak darah dan sekret.
Laringoskopi direct dapat sebagai tindakan diagnosis dan terapetik. Benda asing, darah, muntahan, dan sekresi dapat di sedot atau dikeluarkan dengan forsep. Intubasi endotracheal dapat dilakukan dengan cepat dengan penglihatan langsung.
Kekurangannya adalah kebutuhan akan anastesi lokal yang baik dimana sering sulit dilakukan pada keadaan emergensi. Prosedur yang traumatis dapat memperburuk pembengkakan, perdarahan dan edema.
Pemeriksaan Radiografi
Foto polos leher AP dan lateral berguna untuk mendeteksi benda asing yang radiopaq, massa retrofaring dan epiglottitis. Foto Lateral harus dilakukan saat inspirasi dengan kepala hiperekstensi. CT scan dapat dilakukan pada pasien yang stabil dan untuk menilai kartilago tiroid, krikoid dan aritenoid untuk menilai keadaan lumen saluran nafas.
PRINSIP DAN TEKNIK PENANGANAN SUMBATAN JALAN NAFAS
Manuver jalan nafas
Manuver sederhana dapat dilakukan untuk membuka jalan nafas seperti headtilt, chin lift. Jaw thrust (triple airway manoeuver) digunakan bila metode lainnya gagal. Manuver “Heimlich” efektif digunakan pada sumbatan jalan nafas total yang disebabkan oleh benda asing. Oropharyngeal airway (guedel) atau nasopharyngeal airway akan berguna pada pasien-pasien yang tidak sadar. Jika pasien tidak diintubasi segera, gunakan posisi koma (semi-prone, kepala sedikit ditundukkan).
Intubasi Endotracheal
Direct laryngoscopy dan intubasi tracheal adalah metode yang digunakan pada pasien yang apneu dan tidak sadar. Anastesi lokal yang baik sangatlah penting. Phenylephrine (1-2%) atau kokain (2ml dalam larutan 5%) mengurangi perdarahan hidung. Suction catheters (oro atau nasopharyngeal) akan memperbaiki angka keberhasilan dimana “port suction” dapat digunakan untuk menyalurkan oksigen 100% dan juga menjaga ujung bronkoskopi tetap bersih dari lendir.
Penanganan Operatif
Diindikasikan bila intubasi endotracheal tidak memungkinkan atau ada ketidakstabilan tulang cervical
percutanous transtracheal jet ventilation
Menggunakan kateter intravena yang besar dimasukkan melalui membran cricothyroid. Cepat sederhana, relative aman dan efektif pada situasi dimana pasien tidak bisa di intubasi. Lebih cepat dari cricothyroidotomy atau trakeostomi
cricothyroidotomy
Diandalkan, aman dan mudah untuk membuat suatu jalan nafas emergensi. Merupakan metode yang dipilih jika terjadi sumbatan total jalan nafas atas dan ekspirasi tidak bisa dilakukan melelui glottis
Diameter internal minimum tube agar dapat terjadi pertukaran gas yang adequate (menggunakan suplemen O2): pernafasan spontan 3mm; ventilasi dengan suatu bag valve resuscitator 2.5mm
Diameter dari rongga cricothyroid adalah 9mm oleh karena itu tube berukuran lebih dari 8.5 tidak boleh digunakan untuk mencegah komplikasi seperti laryngeal fractur dan kerusakan pita suara. Tube trakeostomi shiley no 4 memiliki diameter dalam 5mm dan diameter luar 8.5 mm oleh karena itu ideal. Suatu tube endotrakheal standar 6-6,5 juga bisa digunakan
v Teknik operasi
Leher pasien diekstensikan dan distabilkan, palpasi kartilago krikoid kira-kira 2-3 cm dibawah tiroid. Dibuat suatu insisi horizontal sepanjang 1 cm sedikit diatas batas superior krikoid (ini untuk menghindari pembuluh yang berjalan dibawah batas inferior sama seperti pembuluh yang berada di intercostal) untuk mendapatkan membran cricothyroid yang kemudian ditembus ditengahnya. Pisau harus diarahkan ke inferior untuk mencegah trauma pita suara.hati-hati agar tidak menembus dinding posterior laring yang bisa menembus oesofagus. Masukkan instrumen tumpul seperti gagang pisau pada insisi dan putar perlahan untuk memperbesar insisi agar dapat dimasuki kanula kecil
Komplikasi (seperti stenosis subglottic, fraktur tiroid, perdarahan dan pneumothorax) jarang terjadi.
Tracheostomy
Trakeostomi dan trakeostomi adalah dua hal yang sering dilakukan untuk membuka dinding anterior leher guna mencapai trakea yang bersifat sementara. Trakeotomi perdefenisi adalah suatu insisi yang dibuat pada trakea, sementara trakeostomi merupakan tindakan membuat stoma agar udara dapat masuk keparu-paru dengan memintas jalan nafas bagian atas. Stoma permanen setelah laringektomi yang dibuat dengan menjahitkan kuit ke mukosa trakea disebut trekeostomi permanen.
Indikasi
Perkembangan antibiotik dibarengi kemajuan hebat dalam anastesi telah menjadikan trakeostomi paling sering dilakukan sebagai prosedur elektif.
Untuk memintas obstruksi
Anomali Kongenital (seperti, laryngeal hypoplasia,)
Benda asing yang tidak bisa dikeluarkan dengan manuver Heimlich dan basic cardiac life support (BCLS)
Kondisi patologis supraglottic atau glottis (seperti, infeksi, neoplasma, bilateral vocal cord paralysis)
Trauma leher akibat cedera berat pada kartilago tiroid atau krikoid tulang hyoid atau pembuluh darah besar.
emphysema subcutan
muncul di wajah leher
fraktur wajah yang menyebabkan sumbatan jalan nafas atas (misalnya fraktur komminutif tulang wajah bagian tengah dan mandibula
Edema
Trauma
Luka bakar
Infeksi
Anafilaksis
Membuat rute jangka panjang untuk ventilasi mekanik jangka panjang pada kasus kasus gagal nafas
Jalan untuk pulmonary toilet
Batuk Inadequat karena nyeri atau kelemahan
Aspirasi dan ketidakmampuan untuk menangani sekresi (tube dengan cuff membuat tracea terlindungi dari esophagus dan isi refluxnya. Olehkarena itu intervensi ini bisa mencegah aspirasi dan semua substansi aspirasi bisa dipindahkan.)
Profilaksis (seperti persiapan pada pembedahan luas di kepala dan leher)
Severe sleep apnea (gangguan nafas saat tidur yang berat) yang tidak bisa ditangani dengan cara lain yang lebih ringan.
Jenis trakeostomi
1. Trakeostomi biasa
Trakeostomi pada penderita yang tidak sesak dan trakea mudah dicari, indikasinya:
v Tumor laring yang belum lanjut (belum sesak), persiapan biopsi.
v Tumor pangkal lidah/tonsil, persiapan radiasi atau operasi (untuk anestesi).
2. Trakeostomi sulit
Di sini trakea sulit teraba, dapat terjadi karena :
v Trakea letaknya "dalam", sulit dicapai; hal ini karena ada tumor koli.
v Kepala sulit ekstensi karena adanya tumor koli.
v Ada jaringan kelenjar tiroid besar di atasnya.
v Ada pembuluh vena besar karena bendungan disebabkan oleh tumor koli.
v Lubang operasi tidak konsisten di garis tengah, karena asisten memegang haak (pengait) tidak di garis tengah secara konsisten.
v Insisi terlalu pendek, lapangan operasi sempit sehingga sulit meraba trakea.
v Trakea terdorong ke lateral karena terdesak oleh tumor koli.
v Trakea tak teraba karena ada sikatrik bekas trakeostomi dahulu.
3. Trakeostomi darurat
Darurat karena penderita sesak bahkan mungkin sudah sianosis; sesak karena lumen sudah menutup jalan napas lebih dari 90%.
4. Trakeostomi darurat dan sulit
Kombinasi ini bisa terjadi yang sangat membahayakan jiwa penderita
Kontraindikasi
Tak ada kontraindikasi absolut untuk trakeostomi. Suatu kontraindikasi yang relatif kuat untuk melakukannya adalah sumbatan yang diduga suatu karcinoma laring karena manipulasi pada tumor harus dihindari karena hal tersebut meningkatkan insiden rekurens


KEADAAN KLINIS YANG SERING DITEMUI
Epiglotitis akut
Epiglottitis akut atau laringitis supraglottika akut cukup banyak ditemukan pada anak-anak kecil. Juga terdapat pada orang dewasa, tetapi dengan frekwensi yang lebih jarang. Merupakan penyakit yang membahayakan jiwa bila tidak lekas diambil tindakan yang cepat dan tepat, terutama pada anak-anak kecil. BECKER BL0EMKOLK dalam satu tahun mendapatkan tiga kasus anak kecil (berumur 2, 3 dan 3. tahun) yang meninggal dengan diagnosis yang salah atau tanpa dapat dibuat diagnosis klinis. Pada obduksi, didapatkan epiglottitis acuta pada ketiga-tiganya. Frekwensi Lebih banyak terdapat pada laki-laki, seperti tercermin pada penyelidikan BAXTER terhadap 103 kasus epiglottitis acuta pada anak kecil yang terdapat selama 15 tahun (1951 — 1965) di Montreal Children ' s Hospital.
Etiologi
Kausanya belum diketahui dengan jelas. Seperti pada lain-lain infeksi di faring, diduga penyebab primernya adalah virus; kemudian ada infeksi sekunder, terutama oleh Haemophilus influenzae type B. Juga bisa didapatkan streptococcus, staphylococcus, pneumococcus dan kuman-kuman lain.
Laringitis akut
Laringitis adalah peradangan yang terjadi pada pita suara (laring) karena terlalu banyak digunakan, karena iritasi atau karena adanya infeksi. Pita suara adalah suatu susunan yang terdiri dari tulang rawan, otot dan membrane mukosa yang membentuk pintu masuk dari batang tenggorok (trakea). Di dalam kotak suara terdapat pita suara-dua bbuah membran mukosa yang terlipat dua membungkus otot dan tulang rawan.
Laryngitis akut biasanya karena terjadinya iritasi dan peradangan akibat virus, suara serak yang sering terjadi dapat menjadi tanda adanya masalah yang lebih serius. Laringitis akut pada umumnya merupakan kelanjutan dari rinofaringitis (common cold), atau merupakan manifestasi dari radang saluran napas bagian atas. Pada anak, laringitis akut dapat menimbulkan sumbatan jalan napas atas, sedangkan pada orang dewasa tidak secepat pada anak, karena rimaglotis anak relatif lebih sempit dari orang dewasa. Penyakit ini paling sering disebabkan oleh virus. Biasanya merupakan perluasan radang saluran napas bagian atas oleh karena bakteri Haemophilus influenzae, Staphylococcus, Streptococcus atau Pneumococcus, Timbulnya penyakit ini sering dihubungkan denga perubahan cuaca atau suhu, gizi yang kurang/malnutrisi, imunisasi yang tidak lengkap dan pemakaian suara yang berlebihan. Pada laringitis akut terdapat gejala umum, seperti demam, kelemahan (malaise), gejala rinofaringitis, batuk disertai farau sampai tidak bersuara sama sekali (afoni). Gejala yang mula-mula timbul adalah, rasa kering ditenggorokan, nyeri ketika menelan atau berbicara. Sering disertai batuk kering dan lama kelamaan akan timbul batuk dengan dahak yang kental. Pada keadaan lanjut sering menimbulkan gejala sumbatan jalan napas bagian atas sampai sianosis. Hal ini sering terjadi pada anak.
Terapi bedah tergantung pada stadium sumbatan laring. Jackson membagi sumbatan laring yang progressif dalam 4 stadium dengan tanda dan gejala :
Stadium I : retraksi tampak pada waktu inspirasi di supra sternal, stridor saat inspirasi dan pasien masih tenang.
Stadium II : retraksi pada waktu inspirasi di daerah suprasternal makin dalam, ditambah lagi dengan timbulnya retraksi di daerah epigastrium. Pasien sudah mulai gelisah. Stridor terdengar pada saat inspirasi.
Stadium III : cukungan selain didaerah suprasternal, epigastrium juga terdapat di infraklavikula dan sela iga, pasien sangat gelisah dan dispnea. Stridor pada saat inspirasi dan ekspirasi.
Stadium IV : retraksi bertambah jelas disemua tempat seperti diatas, pasien sangat gelisah, tampak ketakutan dan sianosis. Jika terus berlanjut dapat terjadi asfiksia dan kematian
Tindakan konservatif seperti pemberian anti inflamasi, antibiotika, serta pemberian oksigen intermitten dilakukan pada stadium I. Intubasi endotrakea dan trakeostomi dilakukan pada pasien dengan sumbatan laring stadium II dan III. Sedangkan pasien dengan stadium empat dlakukan krikotirotomi.
Difteri
Organisme penyebab adalah srtain dari corynebacterium diphteriae, paling sering menyerang faring. Keluhan awal ynag sering adalah nyeri tenggorokan, disamping itu pasien mengeluh nausea , muntah dan disfagia. Pemeriksaan menunjukan membrane yang khas terjadi di atas daerah tonsila dan meluas kedaerah yang berdekatan. Perdarahan terjadi pada pengangkatan membrane.
Penanganan terdiri dari dua hal yaitu : 1. Penggunaan antitoksin spesifik; 2. Eleminasi organisme dari orofaring.
Abses Retrofaring
Abses retrofaring adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan pus pada daerah retrofaring. Keadaan ini merupakan salah satu infeksi pada leher bagian dalam ( deep neck infection ). Pada umumnya sumber infeksi pada ruang retrofaring berasal dari proses infeksi di hidung, adenoid, nasofaring dan sinus paranasal, yang menyebar ke kelenjar limfe retrofaring. Oleh karena kelenjar ini biasanya atrofi pada umur 4 – 5 tahun, maka sebagian besar abses retrofaring terjadi pada anak-anak dan relatif jarang pada orang dewasa.
Akhir – akhir ini abses retrofaring sudah semakin jarang dijumpai . Hal ini disebabkan penggunaan antibiotik yang luas terhadap infeksi saluran nafas atas. Pemeriksaan mikrobiologi berupa isolasi bakteri dan uji kepekaan kuman sangat membantu dalam pemilihan antibiotik yang tepat. Walaupun demikian, angka mortalitas dari komplikasi yang timbul akibat abses retrofaring masih cukup tinggi sehingga diagnosis dan penanganan yang cepat dan tepat sangat dibutuhkan. Penatalaksanaan abses retrofaring dilakukan secara medikamentosa dan operatif

a. Aspirasi pus ( needle aspiration )
b. Insisi dan drainase :
· Pendekatan intra oral ( transoral ) : untuk abses yang kecil dan terlokalisir. Pasien diletakkan pada “posisi Trendelenburg”, dimana leher dalam keadaan hiperekstensi dan kepala lebih rendah dari bahu. Insisi vertikal dilakukan pada daerah yang paling berfluktuasi dan selanjutnya pus yang keluar harus segera diisap dengan alat penghisap untuk menghindari aspirasi pus. Lalu insisi diperlebar dengan forsep atau klem arteri untuk memudahkan evakuasi pus.
Pendekatan eksterna ( external approach ) baik secara anterior atau posterior : untuk abses yang besar dan meluas ke arah hipofaring. Pendekatan anterior dilakukan dengan membuat
insisi secara horizontal mengikuti garis kulit setingkat krikoid atau pertengahan antara tulang hioid dan klavikula. Kulit dan subkutis dielevasi untuk memperluas pandangan sampai terlihat m. sternokleidomastoideus. Dilakukan insisi pada batas anterior m. sternokleidomastoideus. Dengan menggunakan klem arteri bengkok, m. sternokleidomastoideus dan selubung karotis disisihkan ke arah lateral. Setelah abses terpapar dengan cunam tumpul abses dibuka dan pus dikeluarkan. Bila diperlukan insisi dapat diperluas dan selanjutnya dipasang drain ( Penrose drain ). Pendekatan posterior dibuat dengan melakukan insisi pada batas posterior m. sternokleidomastoideus. Kepala diputar ke arah yang berlawanan dari abses. Selanjutnya fasia dibelakang m. sternokleidomastoideus diatas abses dipisahkan. Dengan diseksi tumpul pus dikeluarkan dari belakang selubung karotis.
angina Ludwig
Merupakan infeksi pada dasar mulut. Massa inflamasi berkembang di celah antara lidah dan otot serta fascia leher anterior. Jalan nafas supraglotis terjepit dan menjadi sempit. Paling sering berasal dari infeksi gigi geligi. direct laryngoscopy sulit dilakukan karena lidah sulit digeser kedepan. fibreoptic bronchoscopy atau insisi merupakan cara penanganannya. Sebelum insisi dilakukan sebaiknya dilakukan persiapan untuk trakeostomi karena dikhawatirkan terjadi kesulitan intrubasi
Cidera inhalasi
Sumbatan jalan nafas diakibatkan oleh edema supraglotic yang progressif yang biasanya terjadi dalam 24 jam setelah inhalasi. Faktor resiko edema yang berat adalah luka bakar yang luas (>30-45%), pasien-pasien dengan kondisi seperti ini harus segera diintubasi
Alergi
Manifestasi alergi dapat berupa lokal atau bagian dari reaksi anafilaksis. Pada edema laring akut karena alergi, angioedema bibir dan supraglotis, glottis dan infraglotis dapat menimbulkan sumbatan pada jalan nafas. Reaksi sistemik terdiri dari kombiasi antara urtikaria, bronchospasme, syok, kolaps kardiovaskular dan nyeri perut. Penyebab alergi yang sering adalah sengatan lebah, kerang-kerangan dan obat angiotensin converting enzyme inhibitor
Pengobatan terdiri dari pembebasan jalan nafas segera dan pemberian oksigen, infus, epinephrine, antihistamin dan steroid:

Oxygen
100%
Intravenous fluid replacement

Epinephrine (1:10 000) orEpinephrine (1:1000)
0.2-0.5 ml IV0.3 ml SC
Diphenhydramine
50 mg IV/IM
Methylprednislone orHydrocortisone
125 mg IV200 mg IV
Aminophylline
5.6 mg/kg over 30 min

Malaria


MALARIA
Malaria adalah penyakit yang menyerang manusia, burung, kera dan primata lainnya, hewan melata dan hewan pengerat, yang disebabkan oleh infeksi protozoa dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin menggigil) serta demam berkepanjangan. Malaria adalah penyakit yang menyerang manusia, burung, kera dan primata lainnya, hewan melata dan hewan pengerat, yang disebabkan oleh infeksi protozoa dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin menggigil) serta demam berkepanjangan. Dengan munculnya program pengendalian yang didasarkan pada penggunaan residu insektisida, penyebaran penyakit malaria telah dapat diatasi dengan cepat.
Sejak tahun 1950, malaria telah berhasil dibasmi di hampir seluruh Benua Eropa dan di daerah seperti Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Namun penyakit ini masih menjadi masalah besar di beberapa bagian Benua Afrika dan Asia Tenggara. Sekitar 100 juta kasus penyakit malaria terjadi setiap tahunnya dan sekitar 1 persen diantaranya fatal. Seperti kebanyakan penyakit tropis lainnya, malaria merupakan penyebab utama kematian di negara berkembang. Pertumbuhan penduduk yang cepat, migrasi, sanitasi yang buruk, serta daerah yang terlalu padat, membantu memudahkan penyebaran penyakit tersebut. Pembukaan lahan-lahan baru serta perpindahan penduduk dari desa ke kota (urbanisasi) telah memungkinkan kontak antara nyamuk dengan manusia yang bermukim didaerah tersebut.
Penyakit Malaria yang terjadi pada manusia
Penyakit malaria memiliki 4 jenis, dan masing-masing disebabkan oleh spesies parasit yang berbeda. Gejala tiap-tiap jenis biasanya berupa meriang, panas dingin menggigil dan keringat dingin. Dalam beberapa kasus yang tidak disertai pengobatan, gejala-gejala ini muncul kembali secara periodik. Jenis malaria paling ringan adalah malaria tertiana yang disebabkan oleh Plasmodium vivax, dengan gejala demam dapat terjadi setiap dua hari sekali setelah gejala pertama terjadi (dapat terjadi selama 2 minggu setelah infeksi). Demam rimba (jungle fever ), malaria aestivo-autumnal atau disebut juga malaria tropika, disebabkan oleh Plasmodium falciparum merupakan penyebab sebagian besar kematian akibat malaria. Organisme bentuk ini sering menghalangi jalan darah ke otak, menyebabkan koma, mengigau, serta kematian. Malaria kuartana yang disebabkan oleh Plasmodium malariae, memiliki masa inkubasi lebih lama daripada penyakit malaria tertiana atau tropika; gejala pertama biasanya tidak terjadi antara 18 sampai 40 hari setelah infeksi terjadi. Gejala tersebut kemudian akan terulang kembali setiap 3 hari. Jenis ke empat dan merupakan jenis malaria yang paling jarang ditemukan, disebabkan oleh Plasmodium ovale yang mirip dengan malaria tertiana. Pada masa inkubasi malaria, protozoa tumbuh didalam sel hati; beberapa hari sebelum gejala pertama terjadi, organisme tersebut menyerang dan menghancurkan sel darah merah sejalan dengan perkembangan mereka, sehingga menyebabkan demam.
Penanganan
Sejak tahun 1638 malaria telah diatasi dengan getah dari batang pohon cinchona, yang lebih dikenal dengan nama kina, yang sebenarnya beracun dan menekan pertumbuhan protozoa dalam jaringan darah. Pada tahun 1930, ahli obat-obatan Jerman berhasil menemukan Atabrine ( quinacrine hydrocloride ) yang pada saat itu lebih efektif daripada quinine dan kadar racunnya lebih rendah. Sejak akhir perang dunia kedua, klorokuin dianggap lebih mampu menangkal dan menyembuhkan demam rimba secara total, juga lebih efektif dalam menekan jenis-jenis malaria dibandingkan dengan Atabrine atau quinine. Obat tersebut juga mengandung kadar racun paling rendah daripada obat-obatan lain yang terdahulu dan terbukti efektif tanpa perlu digunakan secara terus menerus. Namun baru-baru ini strain Plasmodium falciparum, organisme yang menyebabkan malaria tropika memperlihatkan adanya daya tahan terhadap klorokuin serta obat anti malaria sintetik lain. Strain jenis ini ditemukan terutama di Vietnam, dan juga di semenanjung Malaysia, Afrika dan Amerika Selatan. Kina juga semakin kurang efektif terhadap strain plasmodium falciparum. Seiring dengan munculnya strain parasit yang kebal terhadap obat-obatan tersebut, fakta bahwa beberapa jenis nyamuk pembawa (anopheles) telah memiliki daya tahan terhadap insektisida seperti DDT telah mengakibatkan peningkatan jumlah kasus penyakit malaria di beberapa negara tropis. Sebagai akibatnya, kasus penyakit malaria juga mengalami peningkatan pada para turis dari Amerika dan Eropa Barat yang datang ke Asia dan Amerika Tengah dan juga diantara pengungsi-pengungsi dari daerah tersebut. Para turis yang datang ke tempat yang dijangkiti oleh penyakit malaria yang tengah menyebar, dapat diberikan obat anti malaria seperti profilaksis (obat pencegah). Obat-obat pencegah malaria seringkali tetap digunakan hingga beberapa minggu setelah kembali dari bepergian. Mefloquine telah dibuktikan efektif terhadap strain malaria yang kebal terhadap klorokuin, baik sebagai pengobatan ataupun sebagai pencegahan. Namun obat tersebut saat ini tengah diselidiki apakah dapat menimbulkan efek samping yang merugikan. Suatu kombinasi dari sulfadoxine dan pyrimethamine digunakan untuk pencegahan di daerah-daerah yang terjangkit malaria yang telah kebal terhadap klorokuin. Sementara Proguanil digunakan hanya sebagai pencegahan. Saat ini para ahli masih tengah berusaha untuk menemukan vaksin untuk malaria. Beberapa vaksin yang dinilai memenuhi syarat kini tengah diuji coba klinis guna keamanan dan keefektifan dengan menggunakan sukarelawan, sementara ahli lainnya tengah berupaya untuk menemukan vaksin untuk penggunaan umum. Penyelidikan tengah dilakukan untuk menemukan sejumlah obat dengan bahan dasar artemisin, yang digunakan oleh ahli obat-obatan Cina untuk menyembuhkan demam. Bahan tersebut terbukti efektif terhadap Plasmodium falciparum namun masih sangat sulit untuk diperbanyak jumlahnya.Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat cepat maupun lama prosesnya, malaria disebabkan oleh parasit malaria / Protozoa genus Plasmodium bentuk aseksual yang masuk kedalam tubuh manusia ditularkan oleh nyamuk malaria ( anopeles ) betina ( WHO 1981 ) ditandai dengan deman, muka nampak pucat dan pembesaran organ tubuh manusia. Parasit malaria pada manusia yang menyebabkan Malaria adalah Plasmodium falciparum, plasmodium vivax, plasmodium ovale dan plasmodium malariae.Parasit malaria yang terbanyak di Indonesia adalah Plasmodium falciparum dan plasmodium vivax atau campuran keduanya, sedangkan palsmodium ovale dan malariae pernah ditemukan di Sulawesi, Irian Jaya dan negara Timor Leste. Proses penyebarannya adalah dimulai nyamuk malaria yang mengandung parasit malaria, menggigit manusia sampai pecahnya sizon darah atau timbulnya gejala demam. Proses penyebaran ini akan berbeda dari setiap jenis parasit malaria yaitu antara 9 ? 40 hari ( WHO 1997 )Siklus parasit malaria adalah setelah nyamuk Anopheles yang mengandung parasit malaria menggigit manusia, maka keluar sporozoit dari kelenjar ludah nyamuk masuk kedalam darah dan jaringan hati. Parasit malaria pada siklus hidupnya, membentuk stadium sizon jaringan dalam sel hati ( ekso-eritrositer ). Setelah sel hati pecah akan keluar merozoit / kriptozoit yang masuk ke eritrosit membentuk stadium sizon dalam eritrosit ( stadium eritrositer ), mulai bentuk tropozoit muda sampai sison tua / matang sehingga eritrosit pecah dan keluar merosoit. Merosoit sebagian besar masuk kembali ke eritrosit dan sebagian kecil membentuk gametosit jantan dan betina yang siap untuk diisap oleh nyamuk malaria betina dan melanjutkan siklus hidup di tubuh nyamuk (stadium sporogoni). Pada lambung nyamuk terjadi perkawinan antara sel gamet jantan (mikro gamet) dan sel gamet betina (makro gamet) yang disebut zigot. Zigot akan berubah menjadi ookinet, kemudian masuk ke dinding lambung nyamuk berubah menjadi ookista. Setelah ookista matang kemudian pecah, maka keluar sporozoit dan masuk ke kelenjar liur nyamuk yang siap untuk ditularkan ke dalam tubuh manusia. Khusus P. Vivax dan P. Ovale pada siklus parasitnya di jaringan hati (sizon jaringan), sebagian parasit yang berada dalam sel hati tidak melanjutkan siklusnya ke sel eritrosit tetapi tertanam di jaringan hati disebut Hipnosoit (lihat bagan siklus), bentuk hipnosoit inilah yang menyebabkan malaria relapse. Pada penderita yang mengandung hipnosoit, apabila suatu saat dalam keadaan daya tahan tubuh menurun misalnya akibat terlalu lelah/sibuk/stres atau perobahan iklim (musim hujan), maka hipnosoit akan terangsang untuk melanjutkan siklus parasit dari dalam sel hati ke eritrosit. Setelah eritrosit yang berparasit pecah akan timbul gejala penyakitnya kembali. Misalnya 1 ? 2 tahun yang sebelumnya pernah menderita P. Vivax/Ovale dan sembuh setelah diobati, suatu saat dia pindah ke daerah bebas malaria dan tidak ada nyamuk malaria, dia mengalami kelelahan/stres, maka gejala malaria muncul kembali dan bila diperiksa SD-nya akan positif P. Vivax/Ovale.Pada P. Falciparum dapat menyerang ke organ tubuh dan menimbulkan kerusakan seperti pada otak, ginjal, paru, hati dan jantung, yang mengakibatkan terjadinya malaria berat/komplikasi, sedangkan P. Vivax, P. Ovale dan P. Malariae tidak merusak organ tersebut. P. falciparum dalam jaringan yang mengandung parasit tua di dalam otak, peristiwa ini yang disebut sekuestrasi. Pada penderita malaria berat, sering tidak ditemukan plasmodium dalam darah tepi karena telah mengalami sekuestrasi. Meskipun angka kematian malaria serebral mencapai 20 ? 50 %, hampir semua penderita yang tertolong tidak menunjukkan gejala sisa neurologis (sekuele) pada orang dewasa. Malaria pada anak sebagian kecil dapat terjadi sekuele. Pada daerah hiperendemis atau immunitas tinggi apabila dilakukan pemeriksaan SD sering dijumpai SD positif tanpa gejala klinis pada lebih dari 60 % jumlah penduduk.
PENATALAKSANAAN MALARIA BERAT
Selalu lakukan pemeriksaan secara legaartis, yang tdd :Anamnesis secara lengkap (allo dan/ auto anamnesis bila memungkinkan)
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan laboratorium : parasitologi, darah tepi lengkap, uji fungsi hati, uji fungsi ginjal dan lain-lain untuk mendukung/menyingkirkan diagnosis/komplikasi lain, misal :: punksi lumbal, foto thoraks, dan lain-lain.

Penatalaksanaan malaria berat secara garis besar mempunyai 3 komponen penting yaitu :

  1. Terapi spesifik dengan kemoterapi anti malaria.
  2. Terapi supportif (termasuk perawatan umum dan pengobatan simptomatik)
  3. Pengobatan terhadap komplikasi
Pada setiap penderita malaria berat, maka tindakan yang dilakukan di puskesmas sebelum dirujuk adalah :
A. Tindakan umum;
B. Pengobatan simptomatik;
C. Pemberian anti malaria pra rujukan : dosis I Kinin antipirin 10 mg/KgBB IM (dosis tunggal)
A. Tindakan umum ( di tingkat Puskesmas ) :
Persiapkan penderita malaria berat untuk dirujuk ke rumah sakit/fasilitas pelayanan yang lebih tinggi, dengan cara :Jaga jalan nafas dan mulut untuk menghindari terjadinya asfiksia, bila diperlukan beri oksigen (O2)Perbaiki keadaan umum penderita (beri cairan dan perawatan umum)Monitoring tanda-tanda vital antara lain : keadaan umum, kesadaran, pernafasan, tekanan darah, suhu, dan nadi setiap 30 menit (selalu dicatat untuk mengetahui perkembangannya)Untuk konfirmasi diagnosis, lakukan pemeriksaan SD tebal.
Penilaian sesuai kriteria diagnostik mikroskopik.Bila hipotensi, tidurkan dalam posisi Trendenlenburg dan diawasi terus tensi, warna kulit dan suhu, laporkan ke dokter segera.Kasus dirujuk ke rumah sakit bila kondisi memburukBuat / isi status penderita yang berisi catatan mengenai : identitas penderita, riwayat perjalanan penyakit, riwayat penyakit dahulu, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium (bila tersedia), diagnosis kerja, diagnosis banding, tindakan & pengobatan yang telah diberikan, rencana tindakan/pengobatan, dan lain-lain yang dianggap perlu (misal : bila keluarga penderita menolak untuk dirujuk maka harus menandatangani surat pernyataan yang disediakan untuk itu). Catatan vital sign disatukan kedalam status penderita.
B. Pengobatan simptomatik :
Pemberian antipiretik untuk mencegah hipertermia : parasetamol 15 mg/KgBB/x, beri setiap 4 jam dan lakukan juga kompres hangat.
Bila kejang, beri antikonvulsan : Dewasa : Diazepam 5-10 mg IV (secara perlahan jangan lebih dari 5 mg/menit) ulang 15 menit kemudian bila masih kejang. Jangan diberikan lebih dari 100 mg/24 jam.Bila tidak tersedia Diazepam, sebagai alternatif dapat dipakai Phenobarbital 100 mg IM/x (dewasa) diberikan 2 x sehari.
C. Pemberian obat anti malaria spesifik:
Kina intra vena (injeksi) masih merupakan obat pilihan (drug of choice) untuk malaria berat. Kemasan garam Kina HCL 25 % injeksi, 1 ampul berisi 500 mg / 2 ml.Pemberian anti malaria pra rujukan (di puskesmas) : apabila tidak memungkinkan pemberian kina perdrip maka dapat diberikan dosis I Kinin antipirin 10 mg/KgBB IM (dosis tunggal).
Cara pemberian :
Kina HCL 25 % (perdrip), dosis 10mg/Kg BB atau 1 ampul (isi 2 ml = 500 mg) dilarutkan dalam 500 ml dextrose 5 % atau dextrose in saline diberikan selama 8 jam dengan kecepatan konstan 2 ml/menit, diulang dengan cairan yang sama setiap 8 jam sampai penderita dapat minum obat.Bila penderita sudah dapat minum, Kina IV diganti dengan Kina tablet / per oral dengan dosis 10 mg/Kg BB/ x dosis, pemberian 3 x sehari (dengan total dosis 7 hari dihitung sejak pemberian infus perdrip yang pertama).
Catatan :
Kina tidak boleh diberikan secara bolus intra vena, karena dapat menyebabkan kadar dalam plasma sangat tinggi dengan akibat toksisitas pada jantung dan kematian.Bila karena berbagai alasan Kina tidak dapat diberikan melalui infus, maka dapat diberikan IM dengan dosis yang sama pada paha bagian depan masing-masing 1/2 dosis pada setiap paha (jangan diberikan pada bokong). Bila memungkinkan untuk pemakaian IM, kina diencerkan dengan normal saline untuk mendapatkan konsentrasi 60-100 mg/mlApabila tidak ada perbaikan klinis setelah pemberian 48 jam kina parenteral, maka dosis maintenans kina diturunkan 1/3 - 1/2 nya dan lakukan pemeriksaan parasitologi serta evaluasi klinik harus dilakukan.Total dosis kina yang diperlukan : Hari 0 : 30 mg/Kg BBHari I : 30 mg/Kg BBHari II dan berikutnya : 15-20 mg/Kg BB.Dosis maksimum dewasa : 2.000 mg/hari.Hindari sikap badan tegak pada pasien akut selama terapi kina untuk menghindari hipotensi postural berat.Bila tidak memungkinkan dirujuk, maka penanganannya : lanjutkan penatalaksanaan sesuai protap umum Rumah Sakit (seperti telah diuraikan diatas), yaitu :Pengobatan spesifik dengan obat anti malaria.Pengobatan supportif/penunjang (termasuk perawatan umum dan pengobatan simptomatik)Ditambah pengobatan terhadap komplikasi.
PENATALAKSANAAN KOMPLIKASI.
Malaria cerebral
Didefinisikan sebagai unrousable coma pada malaria falsiparum, suatu perubahan sensorium yaitu manifestasi abnormal behaviour/kelakuan abnormal pada seorang penderita dari mulai yang paling ringan sampai koma yang dalam. Terbanyak bentuk yang berat.Diantaranya berbagai tingkatan penurunan kesadaran berupa delirium, mengantuk, stupor, dan ketidak sadaran dengan respon motorik terhadap rangsang sakit yang dapat diobservasi/dinilai. Onset koma dapat bertahap setelah stadium inisial konfusi atau mendadak setelah serangan pertama. Tetapi ketidak sadaran post iktal jarang menetap setelah lebih dari 30-60 menit. Bila penyebab ketidaksadaran masih ragu-ragu, maka penyebab ensefalopahty lain yang lazim ditempat itu, seperti meningoensefalitis viral atau bakterial harus disingkirkan.
Manifestasi neurologis ( 1 atau beberapa manifestasi ) berikut ini bisa ada :Ensefalopathy difus simetris.Kejang umum atau fokal.Tonus otot dapat meningkat atau turun.Refleks tendon bervariasi.Terdapat plantar fleksi atau plantar ekstensi.Rahang mengatup rapat dan gigi kretekan (seperti mengasah).Mulut mencebil (pouting) atau timbul refleks mencebil bila sisi mulut dipukul.Motorik abnormal seperti deserebrasi rigidity dan dekortikasi rigidity.Tanda-tanda neurologis fokal kadang-kadang ada.
Manifestasi okular : pandangan divergen (dysconjugate gaze) dan konvergensi spasme sering terjadi. Perdarahan sub konjunctive dan retina serta papil udem kadang terlihat.Kekakuan leher ringan kadang ada. Tetapi tanda Frank (Frank sign) meningitis, Kernigs (+) dan photofobia jarang ada. Untuk itu adanya meningitis harus disingkirkan dengan pemeriksaan punksi lumbal (LP).Cairan serebrospinal (LCS) jernih, dengan <>
Prinsip penatalaksanaan :
Penatalaksanaan malaria serebral pada umumnya sama seperti pada malaria berat. Disamping pemberian obat anti malaria spesifik, beberapa hal penting perlu diperhatikan :Perawatan pasien tidak sadar.
Pengobatan simptomatik :
pengobatan hiperpireksia dan pengobatan yang cepat bila ada kejang. Cara pemberian anti piretik dan antikonvulsan seperti sudah dijelaskan diatas.Deteksi dini & pengobatan komplikasi berat lainnya.Hati-hati terhadap terjadinya infeksi bakteri terutama pada pasien-pasien dengan pemasangan IV-line, intubasi endotracheal atau kateter saluran kemih. Hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya aspirasi pneumonia.Perawatan pasien tidak sadar meliputi :Buat grafik suhu, nadi dan pernafasan secara akurat.Pasang IVFD. Untuk mencegah terjadinya trombophlebitis dan infeksi yang sering terjadi melalui IV-line maka IV-line sebaiknya diganti setiap 2-3 hari.
Pasang kateter urethra dengan drainase/ kantong tertutup. Pemasangan kateter dengan memperhatikan kaidah a/antisepsis.Pasang nasogastric tube (maag slang) dan sedot isi lambung untuk mencegah aspirasi pneumonia. Mata dilindungi dengan pelindung mata untuk menghindari ulkus kornea yang dapat terjadi karena tidak adanya refleks mengedip pada pasien tidak sadar.Menjaga kebersihan mulut untuk mencegah infeksi kelenjar parotis karena kebersihan rongga mulut yang rendah pada pasien tidak sadar. Ubah/balik posisi lateral secara teratur untuk mencegah luka dekubitus dan hypostatic pneumonia.Hal-hal yang perlu dimonitor :Tensi, nadi, suhu dan pernafasan setiap 30 menit.
Pemeriksaan derajat kesadaran dengan modifikasi Glasgow coma scale (GCS) setiap 6 jam.Hitung parasit setiap 12-24 jam.Hb & Ht setiap hari.Gula darah setiap 4 jam.Parameter lain sesuai indikasi ( misal : ureum, creatinin & kalium darah pada komplikasi gagal ginjal ).Pemeriksaan derajat kesadaran (modifikasi Glasgow coma score)
Obat-obat berikut dahulu pernah dipakai untuk pengobatan malaria serebral tetapi menurut WHO sekarang tidak boleh dipakai karena berbahaya, yaitu :? Dexamethason dan Kotikosteroid lainnya? Obat anti inflamasi yang lain? Anti udem serebral (urea, manitol)? Dextran berat molekul rendah? Epinephrine (adrenalin)? Heparin.
Penatalaksanaan pasien koma
Selalu memakai prinsip ABC ( A=Airway, B=Breathing, C=Circulation) + D=Drug [defibrilasi].Airway ( jalan nafas ) : Jaga jalan nafas agar selalu bersih/tanpa hambatan, dengan cara :Bersihkan jalan nafas dari saliva, muntahan, dllPasien posisi lateralTempat tidur datar/tanpa bantal.Mencegah aspirasi cairan lambung masuk ke saluran pernafasan, dengan jalan : posisi lateral dan pemasangan NGT untuk menyedot isi lambung.Breathing (pernafasan) :Bila takipnoe, pernafasan asidosis : berikan penunjang ventilasi , misal : O2, dan rujuk ke ICU.Circulation (kardiovaskular) :Periksa dan catat : Nadi, tensi, JVP, CVP (bila memungkinkan), turgor kulit, dll.Jaga keseimbangan cairan : lakukan monitoring balans cairan dengan mencatat intake dan output cairan secara akurat. Pemasangan kateter urethra dengan drainage/bag tertutup untuk mengukur volume urin. Bila fungsi ginjal baik, adanya dehidrasi atau overhidrasi dapat juga diketahui dari volume urin. Normal volume urin : 1 ml/menit [1 ml/kg BB/jam]. Bila volume urin <> 90 ml/jam, kurangi intake cairan untuk mencegah overload yang mengakibatkan udem paru.
2. Anemia berat ( Hb <>
Bila Ht <>
Berikan transfusi darah 10 ? 20 ml/kgBB [rumus: tiap 4 ml/kg BB darah akan menaikkan Hb 1 g%] paling baik darah segar atau PRC, dengan memonitor kemungkinan terjadinya overload karena pemberian transfusi darah dapat memperberat kerja jantung. Untuk mencegah overload, dapat diberikan furosemide 20 mg IV. Pasien dengan gagal ginjal hanya diberikan PRC. Volume transfusi dimasukkan sebagai input dalam catatan balans cairan.
3. Hypoglikemia (Gula darah <>
Sering terjadi pada penderita malaria berat terutama anak usia <>.
4. Kolaps sirkulasi, syok hipovolume, hipotensi, ?Algid malaria? dan septikaemia
Sering terlihat pada pasien-pasien dengan : Dehidrasi dengan hipovolemia (akibat muntah-muntah dan intake cairan kurang)Pasien dengan diare dan peripheral circulatory failure (algid malaria)Perdarahan masif GI tractMengikuti ruptur limpaDengan komplikasi septikaemia gram negativeKolaps sirkulasi lebih lanjut berakibat komplikasi asidosis metabolik, respiratory distress dan gangguan fungsi / kerusakan jaringan.Gejala : hipotensi dengan tekanan sistolik <>
Pada Anak-anak :
Lakukan Rehidrasi (Pemberian cairan infus), larutan dektrosa 5 % atau 10 % atau NaCL 0,9 %, Dosis 1 jam pertama, 30 ml/kgBB atau 10 x kgBB per tetes/menit. Misalnya : anak dengan BB 10 kg = 10 x 10 tetes/menit, dilanjutkan 20 ml/kgBB (23Jam sisa), atau 7 tetes x kgBB/menit, dilanjutkan pemberian maintenace 10 ml/kgBB/hari atau 3 tetes/kgBB/menitAwasi nadi, tensi dan pernafasan setiap 30 menit.
5. Gagal ginjal akut (acute renal failure / ARF )
Terjadi sebagai akibat hipovolemia atau ischemik sehingga terjadi gangguan mikrosirkulasi ginjal yang menurunkan filtrasi glomerulus. Paling sering terjadi gagal ginjal pre-renal akibat dehidrasi diatas (>50 %), sedangkan gagal ginjal renal akibat tubuler nekrosis akut hanya terjadi pada 5-10 % penderita. Namun ARF sering terdeteksi terlambat setelah pasien sudah mengalami overload (dekompensasi kordis) akibat rehidrasi yang berlebihan (overhidrasi) pada penderita dengan oliguria/anuria, dan karena tidak tercatatnya balans cairan secara akurat.Pada pasien severe falciparum malaria, bila memungkinkan sebaiknya kadar serum kreatinin diperiksa 2-3 x/minggu. Bila terjadi oliguria (volume urin <> 6,5 mEq/L, hiperkalemia dapat juga didiagnosis melalui EKG)Peningkatan ureum dengan uremic syndrome.
6. Perdarahan & gangguan pembekuan darah (coagulopathy)
Perdarahan dan koagulopathi jarang ditemukan di daerah endemis pada negara-negara tropis. Sering terjadi pada penderita yang non-imun terhadap malaria. Biasanya terjadi akibat trombositopenia berat ditandai manifestasi perdarahan pada kulit berupa petekie, purpura, hematom atau perdarahan pada hidung, gusi dan saluran pencernaan. Gangguan koagulasi intra vaskuler jarang terjadi.Tindakan :Beri vitamin K injeksi dengan dosis 10 mg intravena bila protrombin time atau partial tromboplastin time memanjang.Periksa Hb : bila <>
7. Edema paru
Edem paru sering timbul belakangan dibanding komplikasi akut lainnya.Edema paru terjadi akibat :ARDS (Adult respiratory distress syndrome) [tanda-tanda ARDS: timbul akut, ada gambaran bercak putih pada foto toraks di kedua paru, rasio PaO2:FiO2 <> outputCVP Normal MeninggiTekanan A. Pulmonal Normal MeninggiJVP Normal MeninggiTindakan :Bila ada tanda udema paru akut penderita segera dirujuk, dan sebelumnya dilakukan tindakan sebagai berikut :1. Akibat ARDSa. Pemberian oksigenb. PEEP (positive end-respiratory pressure) bila tersedia.2. Akibat over hidrasi :- Pembatasan pemberian cairan- Pemberian furosemid 40 mg i.v bila perlu diulang 1 jam kemudian atau dosis ditingkatkan sampai 200 mg (maksimum) sambil memonitor urin output dan tanda-tanda vital.- Rujuk segera bila overload tidak dapat diatasi.- Untuk kondisi mendesak (pasien kritis) dimana pernafasan sangat sesak, dan tidak cukup waktu untuk merujuk pasien, lakukan :? Posisi pasien ½ duduk.? Venaseksi, keluarkan darah pasien kedalam kantong transfusi/donor sebanyak 250-500 ml akan sangat membantu mengurangi sesaknya. Apabila kondisi pasien sudah normal, darah tersebut dapat dikembalikan ketubuh pasien.
8. Jaundice ( bilirubin > 3 mg%)
Manifestasi ikterus pada malaria berat sering dijumpai di Asia dan Indonesia yang mempunyai prognosis jelek.Tindakan :1. Tidak ada terapi khusus untuk jaundice. Bila ditemukan hemolisis berat dan Hb sangat menurun maka beri transfusi darah. 2. Bila fasilitas tidak memadai penderita sebaiknya segera di rujuk.
9. Asidosis metabolik
Asidosis dalam malaria dihasilkan dari banyak proses yang berbeda, termasuk diantaranya : obstruksi mikrosirkulasi, disfungsi renal, peningkatan glikolisis, anemia, hipoksia, dan lain-lain. Oleh karena itu asidosis metabolik sering ditemukan bersamaan dengan komplikasi lain seperti : anemia berat, ARF, hipovolemia, udem paru dan hiperparasitemia yang ditandai dengan peningkatan respirasi (cepat dan dalam), penurunan PH dan bikarbonat darah. Penyebabnya karena hipoksia jaringan dan glikolisis anaerobik. Diagnosis dan manajemen yang terlambat akan mengakibatkan kematian.Tindakan :a. Lakukan pemeriksaan kadar Hb. Bila penyebabnya karena anemia berat (Hb <>
10. Blackwater fever (malarial haemoglobinuria)
Pasien dengan defisiensi G-6-PD dapat terjadi hemolisis intravascular dan hemoglobinuria yang dipresipitasi oleh primakuin dan obat-obat oksidan yang dipakai sebelum terkena malaria. Hemoglobinuria dihasilkan dari masifnya hemolisis. Tidak berhubungan dengan disfungsi renal secara signifikan. Blackwater biasanya sementara dan dapat berubah tanpa komplikasi. Namun dapat juga menjadi gagal ginjal akut dalam kasus-kasus yang berat.Tindakan :? Berikan cairan rehidrasi, monitor CVP.? Bila Ht <>
11. Hiperparasitemia.
Umumnya pada penderita yang non-imun, densitas parasit > 5 % dan adanya skizontaemia sering berhubungan dengan malaria berat. Tetapi di daerah endemik tinggi, sebagian anak-anak imun dapat mentoleransi densitas parasit tinggi (20-30 %) sering tanpa gejala.Penderita dengan parasitemia tinggi akan meningkatkan resiko terjadinya komplikasi berat.Tindakan :1. Segera berikan kemoterapi anti malaria inisial.2. Awasi respon pengobatan dengan memeriksa ulang parasitemianya.3. Indikasi transfusi tukar (Exchange Blood Transfusion/EBT) adalah :? Parasitemia > 30 % tanpa komplikasi berat? Parasitemia > 10 % disertai komplikasi berat lainnya seperti : serebral malaria, ARF, ARDS, jaundice dan anemia berat.? Parasitemia > 10 % dengan gagal pengobatan setelah 12-24 jam pemberian kemoterapi anti malaria yang optimal.? Parasitemia > 10 % disertai prognosis buruk (misal : lanjut usia, adanya late stage parasites/skizon pada darah perifer) 4. Pastikan darah transfusi bebas infeksi (malaria, HIV, Hepatitis)
PENGOBATAN PENCEGAHAN (KEMOPROFILAKSIS)
Obat yang dipakai untuk tujuan ini pada umumnya bekerja terutama pada tingkat eritrositer, hanya sedikit yang berefek pada tingkat eksoeritrositer (hati). Obat harus digunakan terus-menerus mulai minimal 1 ? 2 minggu sebelum berangkat sampai 4 ? 6 minggu setelah keluar dari daerah endemis malaria.OAM yang dipakai dalam kebijakan pengobatan di Indonesia adalah :Klorokuin : banyak digunakan karena murah, tersedia secara luas, dan relatif aman untuk anak-anak, ibu hamil maupun ibu menyusui. Pada dosis pencegahan obat ini aman digunakan untuk jangka waktu 2-3 tahun. Efek samping : gangguan GI Tract seperti mual, muntah, sakit perut dan diare. Efek samping ini dapat dikurangi dengan meminum obat sesudah makan.Pencegahan pada anak :OAM yang paling aman untuk anak kecil adalah klorokuin. Dosis : 5 mg/KgBB/minggu. Dalam bentuk sediaan tablet rasanya pahit sehingga sebaiknya dicampur dengan makanan atau minuman, dapat juga dipilih yang berbentuk suspensi.Untuk mencegah gigitan nyamuk sebaiknya memakai kelambu pada waktu tidur.Obat pengusir nyamuk bentuk repellant yang mengandung DEET sebaiknya tidak digunakan untuk anak berumur <>
Dosis pengobatan pencegahan : Klorokuin 5 mg/KgBB atau 2 tablet untuk dewasa.Lihat tabel berikut :Golongan umur (tahun) Jumlah tablet klorokuin (dosis tunggal)( frekuensi 1 x seminggu )0 ? 1 ¼1 ? 4 ½5 ? 9 110 ? 14 1 ½> 15 2Pencegahan kelompokDitujukan pada sekelompok penduduk, khususnya pendatang non-imun yang sedang berada di daerah endemis malaria. Pencegahan kelompok memerlukan pengawasan yang lebih baik. Obat diberikan melalui unit pelayanan kesehatan, pos-pos pengobatan malaria yang dibentuk sendiri oleh penduduk di wilayah tersebut, atau melalui pos obat desa (POD) yang di dalmnya menyediakan obat-obatan lain selain obat anti malaria.Dosis dan cara pengobatan sama seperti pengobatan pencegahan perorangan.
PROGNOSIS.
Prognosis malaria berat tergantung kecepatan diagnosa dan ketepatan & kecepatan pengobatan.2. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas yang dilaporkan pada anak-anak 15 %, dewasa 20 %, dan pada kehamilan meningkat sampai 50 %.3. Prognosis malaria berat dengan kegagalan satu fungsi organ lebih baik daripada kegagalan 2 fungsi organ? Mortalitas dengan kegagalan 3 fungsi organ, adalah > 50 % ? Mortalitas dengan kegagalan 4 atau lebih fungsi organ, adalah > 75 % ? Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan klinis malaria berat yaitu:? Kepadatan parasit <> 100.000, maka mortalitas > 1 %? Kepadatan parasit > 500.000, maka mortalitas > 50 %
RUJUKAN PENDERITA
Semua penderita malaria berat dirujuk / ditangani RS Kabupaten.Apabila penderita tidak bersedia dirujuk dapat dirawat di puskesmas rawat inap dengankonsultasi kepada dokter RS Kabupaten.Bila perlu RS kabupaten dapat pula merujuk kepada RS Propinsi.Cara merujuk :1) Setiap merujuk penderita harus disertakan surat rujukan yang berisi tentang diagnosa, riwayat penyakit, pemeriksaan yang telah dilakukan dan tindakan yang sudah diberikan.2) Apabila dibuat preparat SD malaria, harus diikutsertakan.Kriteria penderita malaria yang dirawat inap :Bila salah satu atau lebih dari gejala dibawah ini :1. Malaria dengan komplikasi2. Malaria congenital pada bayi3. Hiperparasitemia. (Parasitemia > 5 %)

journal kedokteran GRATIS ?

kebanyakan journal kedokteran harus langganan dan bayar tetapi biasanya artikel punya masa bayar, artinya kalau masanya sudah lewat bisa dibaca gratis yang cari aja di google, yang penting keyword harus spesifik?