aplikasi dan jurnal pilihan google

Monday, September 10, 2007

TRAUMA ABDOMEN

Pendahuluan

Evaluasi daerah abdomen merupakan salah satu dari komponen yang paling kritis dari Initial Asessment penderita trauma. Selama primary survey, penilaian sirkulasi pada penderita dengan trauma tumpul meliputi pengenalan dini dari tempat perdarahan tersembunyi seperti misalnya dari abdomen. Bila dilakukan pemeriksaan seorang penderita hipotensi dengan luka tembus yang jauh dari abdmen, misalnya ekstremitas atas, penilaian formal daari abdomen dapat ditunda sampai sumber perdarahan yang kelihatan terkendali. Mekanisme cedera, lokasi cedera dan status hemodinamis penderita menentukan waktu penilaian abdomen.

Sampai saaat ini cedera abdomen yang luput dari diagnosis masih merupakan penyebab kematian yang dapat dicegah pada penderita degan trauma pada batang tubuh. Kebanyakan dokter menganggap bahwa ruptur rongga abdomen yang berongga atau perdarahan dari organ yang dapat menyebabkan peritonitis yang mudah dikenal, padahal penilaian penderita sering terganggu karena intoksikasi alkohol, penggunaan obat-obatan terlarang, cedera otak atau saraf tulang belakang, atau tulang panggul. Perdarahan yang jumlahnya banyak didalam rongga abomen kadangkala tidak memeberikan perubahan yang nyata. Penderita yang menderita cedera tumpul batang tubuh akibat pukulan langsung atau deselerasi atau cedera batang tubuh yang tembus, harus dianggap menderita trauma abdomen, baik organ visceral ataupun vaskuler.

Tipe cedera

Berdasaran organ yang terkena dapat dibagi dua :

  1. pada organ padat seperti hepar, limpa dengan gejala utama perdarahan
  2. pada organ berongga seperti usus, saluran empedu dengan gejala utama adalah peritonitis

Trauma tembus abdomen

Usus merupakan organ yang paling sering terkena pada luka tembus abdomen, sebab usus mengisi sebagian besar rongga abdomen.

Manifestasi klinis

Trauma tembus dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ yang berongga intra peritoneal. Rangsangan peritoneal yang timbul sesuai dengan isi dari organ berongga tersebut, mulai dari gaster yang bersifat kimia sampai dengan kolon yang berisi feses. Rangssangan kimia onsetnya paling cepat dan feses paling lambat.

Bila perforasi terjadi bagian atas, misalnya dibagian lambung, maka akan terjadi perangsangan segera setelah trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebat. Sedangkan bila bagian bawah, seperti kolon, mula-mula tidak terdapat gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk berkembang biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena perangsangan peritoneum.

Pada trauma tembus, usahakan untuk memperoleh keterangan selengkap mungkin, mengenai senjata yang dipakai, arah tusukan, atau pada trauma tumpul harus diketahui bagaimana terjadinya kecelakaan. Namun kadang terjadi kesulitan bila pasien dalam keadaan syok atau tidak sadar.

Setelah pasien stabil yaitu airway, breathing dan circulation stabil baru kita lakukan pemeriksaan fisik. Perlu diingat syok dan penurunan kesadaran dapat menimbulkan kesulitan dalam pemeriksaan abdomen karena akan menghilangkan gejala perut. Jejas di dinding perut menunjang terjadinya trauma abdomen.

Pemeriksaan lain yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan colok dubur untuk mengetahui adanya cedera anorektal atau uretra, pemasangan kateter untuk mengetahui adanya darah pada saluran kemih dan monitoring produksi urin. Pamasangan kateter perlu dilakukan setelah dipastikan tidak terdapat cedera uretra dengan colok dubur, dan pemasangan NGT untuk mengetahui adanya perdarahan saluran cerna bagian atas dan dekompresi lambung.

Penatalaksanaan

Hal yang umum yang perlu diperhatikan adalah atasi dulu ABC bila pasien telah stabil baru kita memikirkan penatalaksaan abdomen itu sendiri. Pipa lambung, selain untuk diagnostik, harus segera dipasang untuk mencegah terjadinya aspirasi bila terjadi muntah. Sedangkan kateter daipasng untuk mengosongkan kandung kencing dan menilai urin.

Peningkatan nyeri didaerah abdomen membutuhkan eksplorasi bedah. Luka tembus dapat mengakibatkan renjatan berat bila mengenai pembuluh darah besar atau hepar. Penetrasi ke limpa, pankreas, atau ginjal biasanya tidak mengakibatkan perdarahan masif kecuali bila pembuluh darah besar yang terkena. Perdarahan tersebut harus diatasi segera, sedangkan pasien yang tidak tertolong dengan resusitasi cairan harus menjalani pembedahan segera.

Penatalaksanaan pasien trauma tembus dengan hemodinamik stabil didada bagian bawah atau abdomen berbeda-beda. Namun semua ahli bedah sepakat pasien dengan tanda peritonitis atau hipovolemia harus menjalani eksplorasi bedah, tetapi hal ini tidak pasti bagi pasien tanpa tanda-tanda sepsis dengan hemodinamik stabil.

Semua luka tusuk di dada bawah dan abdomen harus dieksplorasi terlebih dahulu. Bila luka menembus peritoneum maka tindakan laparotomi diperlukan. Prolaps visera, tanda-tanda peritonitis, syok, hilangnya bising usus, terdapat darah dalam lambung, buli-buli dan rektum, adanya udara bebas intraperitoneal dan lavase peritoneal yang positif juga merupakan indikasi melakukan laparotomi. Bila tidak ada, pasien harus di observasi selama 24 sampai 48 jam. Sedangkan pada pasien luka tembak ddianjurkan agar dilakukan laparotomi.

Trauma tumpul abdomen

Mekanisme terjadinya trauma pada trauma tumpul disebabkan adanya deselerasi cepat dan adanya organ-organ yang tidak mempunyai kelenturan (noncomplient organ) seperti hati, limpa, pankreas, dan ginjal.

Manifestasi klinis

Adanya darah atau cairan usus akan menimbulkan rangsangan peritoneum berupa nyeri tekan, nyeri ketok dan nyeri lepas, dan kekakuan dinding perut. Adanya darah dapat pula ditentukan dengan shifting dullness, sedangkan adanya udara bebas dapat diketahui dengan hilang atau beranjaknya pekak hati. Bising usus biasanya melemah atau menghilang. Rangsangan peritoneum dapat pula berupa nyeri alih didaerah bahu terutama sebelah kiri.

Pada luka tembak atau luka tusuk tidak perlu lagi dicari tanda-tanda peritonitis karena ini merupakan indikasi untuk segera dilakukan laparotomi eksplorasi. Namunpada trauma tumpul seringkali diperlukan observasi dan pemeriksaan berulang karena tanda rangsangan peritoneum bisa timbul perlahan-lahan.

Pemeriksaan Penunjang

Berbeda dengan trauma tajam, pada keadaan ini kita sering dihadapkan pada diagnosis yang meragukan, sehingga memerlukan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosa.

Diagnisi perdarahan intraabdomen akibat trauma tumpul lebih dulit dibandingkan dengan akibat trauma tajam, lebih-lebih pada tahap permulaan. Untuk membantu menemukan pakah ada perdarahan dapat dibantu dengan metode Von Lany dengan membandingkan leukosit/mm3 dengan eritrosit/mm3 setiap setengah jam. Bila leukosit terus meningkat sedangkan erritrosit menurun tanpa ada tanda-tanda radang, ini memberikan petunjuk adanya perdarahan.

Pemeriksaan laboratorium yang menunjang adalah kadar hemoglobin, hematokrit, leukosit, dan analisis urin. Tetapi yang terpenting adalah monitoring gejala klinis oleh seorang dokter dengan seksama. Bila terjadi perdarahan akan terjadi penurunan hemoglobin dan hematokrit dan bisa disertai leukositosis. Bila meragukan harus dilakukan pemeriksaan serial. Sedangkan adanya eritrosit didalam urin menunjang terjadinya trauma saluran kencing. Kadar serum amilase 100 unit dalam 100 ml cairan abdomen menunjang bahwa telah terjadi trauma pankreas.

Pemeriksaan radiologis yang biasanya dilakukan adalah foto polos abdomen 3 posisi. Yang perlu diperhatikan adalah tulang vertebra dan pelvis, benda asing, bayangan otot psoas, daan udara bebas intra atau retroperitoneal. Sedangkan IVP atau sistogram hanya dilakukan bila dicurigai adanya trauma pada saluran kencing. Selain itu dapat juga dilakukan CT scan untuk membantu menegakkan diagnosa pada trauma tumpul. Tindakan lainnya yang efektif terapi invasif adalah lavase peritoneal diagnostik, untuk mengetahui adanya cairan intraabdomen dan jenisnya.

Penatalaksanaan

Hal umum yang perlu mendapat perhatian adalah atasi dahulu ABC bila pasien telah stabil baru kita memikirkan penatalaksanaan abdomen itu sendiri. Pipa lambung, selain untruk diagnostik, harus segera dipasang untuk mencagah terjadinya aspirasi bila terjadi muntah. Sedangkan kateter dipasang untuk mengosongkan kandung kencing dan menilai urin.

Pada trauma tumpul, bila terdapat tanda kerusakan intraperitoneum harus dilakukan laparotomi, sedangkan bila tidak, pasien diobservassi selama 24-48 jam.

Tindakan laparotomi dilakukan untuk mengetahui organ yang mengalami kerusakan. Bila terdapat perdarahan, tindakan yang dilakukan adalah penghentian perdarahan. Sedangkan pada organ berongga, penanganan kerusakan berkisar dari penutupan sederhana sampai reseksi sebagian.

No comments:

journal kedokteran GRATIS ?

kebanyakan journal kedokteran harus langganan dan bayar tetapi biasanya artikel punya masa bayar, artinya kalau masanya sudah lewat bisa dibaca gratis yang cari aja di google, yang penting keyword harus spesifik?